Jejak Berdarah Ormas
TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus.
Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh.
“Saya lari ke atas,” kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor,
mengenang pertikaian melawan geng preman lawannya, di sekitar Bumi
Serpong Damai, Banten, April 2010 lalu. “Anak buah saya berkumpul di
lantai tiga.”
Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar
Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik
koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin
Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti
Bandung, Semarang, Parung, Ciputat, dan Pamulang.
Wafat pada akhir 2008, Baharudin meninggalkan banyak warisan buat
keluarganya, antara lain aset delapan koperasi berbadan hukum, yang
cabangnya tersebar di sejumlah kota. Pengadilan Agama Jakarta Timur pun
menetapkan istri dan empat anak Baharudin sebagai ahli waris. Konflik
keluarga berawal ketika Masthahari, adik Baharudin, menuntut hak waris.
Masthahari menyewa jasa pengamanan dari Umar Kei, 33 tahun, pemuda
dari Kei, Maluku. Tak mau kalah, Burhanuddin meminta pengawalan Alfredo
Monteiro dan Logo Vallenberg dari kelompok Timor. Di lapangan, merekalah
yang berhadapan.
Serangan itu datang pagi-pagi. Lima orang datang ke kantor Koperasi
Bosar Jaya. “Kami dari Koperasi Mekar Jaya ingin mengambil alih kantor,”
kata Jamal, seorang penyerang. Tak lama kemudian datang Umar Kei, yang
meminta Logo dan kelompoknya meninggalkan kantor. Ditolak, Umar
memanggil anak buahnya yang datang dengan enam mobil. Menurut Logo,
mereka bersenjata golok dan pedang samurai. Umar memerintahkan anak
buahnya menyerang.Para penyerang menyabet Logo. “Anak buah saya tak
bersenjata,” kata Logo. Bentrokan tak berlanjut karena petugas kompleks
pertokoan itu telah datang. Belakangan Logo tahu, Umar bekerja dengan
bendera Lembaga Bantuan Hukum Laskar Merah Putih. “Mereka
mengatasnamakan koperasi simpan-pinjam Mekar Jaya,” katanya.
Umar mengatakan, dia datang untuk mengajak berunding. Ia meminta Logo
dan teman-temannya meninggalkan kantor karena sengketa keluarga itu
ditangani pengadilan. Sebelum menghadapi Logo, Umar mengatakan bahwa
gengnya sudah lebih dulu berhadapan dengan anggota Brimob, kelompok
Banten, Forum Betawi Rempug, dan kelompok Ongen Sangaji yang disewa
Burhanuddin Harahap. “Mereka mundur menghadapi kelompok saya,”
katanya.Sengketa hak waris pun menjadi pertikaian berdarah.Kelompok Umar
Kei dan kelompok Alfredo-Logo terhubung dalam usaha jasa pengamanan. Di
ceruk “bisnis kekerasan” ini, ada pemain lain semacam Kembang Latar
pimpinan Bahyudin, Petir di bawah komando Alo Maumere, Forum Betawi
Rempug yang dipimpin Lutfi Hakim, Badan Pembina Potensi Keluarga Besar
Banten pimpinan Dudung Sugriwa, dan Pemuda Pancasila.
“Subsektor” bisnis ini merentang dari penagihan utang, jasa penjagaan
lahan sengketa, pengelolaan jasa parkir, sampai pengamanan tempat
hiburan dan perkantoran di Ibu Kota. Usaha pengamanan kantor antara lain
dipilih Abraham Lunggana alias Lulung, 50 tahun. Mendirikan perusahaan
PT Putraja Perkasa pada awal 2000, ia masuk jasa pengelolaan parkir dan
pengamanan. Putraja memiliki anak perusahaan, PT Sacom. Abraham
mengklaim mempekerjakan sekitar 4.000 orang. “Dulu sempat lebih besar
dari itu,” kata dia.
Anak buah Lulung menangani pengamanan Blok F, Pasar Tanah Abang,
Jakarta Pusat, tempat para pedagang kelontong. Ia mengambil alih
“kekuasaan” yang sebelumnya dipegang oleh seorang jawara bernama
Muhammad Yusuf Muhi alias Bang Ucu Kambing, 62 tahun. Ucu dulu
menyingkirkan penguasa sebelumnya, Rosario Marshal alias Hercules,
seorang pemuda asal Timor Timur. Perusahaan Lulung juga mengelola
perparkiran di sejumlah kantor, termasuk Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta
Selatan (lihat “Pemburu Utang, Penjaga Parkir”).
Persaingan antar kelompok sering sangat keras dan bisa diakhiri
dengan pertumpahan darah. Akhir September lalu, dua kelompok berhadapan
di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera. Mereka
menghadiri sidang bentrok berdarah, yang melibatkan sejumlah pemuda Kei
dengan penjaga keamanan Blowfish Kitchen and Bar, Gedung Menara Mulia,
Jakarta Selatan. (lihat “Dari Blowfish ke Ampera”).
Menurut Agrafinus Rumatora, 42 tahun, dari kelompok Kei, penjaga
keamanan Blowfish dipegang kelompok Flores Ende pimpinan Thalib Makarim.
Perkelahian pada April lalu itu menewaskan dua pemuda Kei, yakni Yoppie
Ingrat Tubun dan M. Soleh. Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menghadirkan terdakwa pelaku pembunuhan dua orang itu. Ternyata sidang
ini menyulut pertikaian lebih besar. Tiga orang dari kelompok Kei tewas,
puluhan lainnya luka-luka. Seorang sopir bus pengangkut kelompok ini
menjadi korban.Daud Kei, Wakil Ketua Angkatan Muda Kei (AMKei),
menganggap pertikaian dua kelompok itu lebih besar. Daud, 38 tahun,
tangan kanan John Kei, ketua organisasi itu, mengatakan, “Ini bukan
antara Kei dan Flores, tapi antara Maluku dan Flores Ende. Jangan salah
tulis,” katanya.
Setelah bentrokan di Ampera, Alfredo Monteiro dan Logo diperiksa
polisi. Alfredo mengatakan bahwa polisi menduga ia dan Logo berkaitan
dengan Thalib Makarim. Logo memang pernah bekerja untuk Thalib. “Cuma
dua bulan,” katanya. Polisi lalu menangkap enam tersangka, semuanya dari
kelompok Flores Ende. “Bagaimana mungkin tidak ada tersangka satu pun
dari mereka (kelompok Kei)?” kata Zakaria “Sabon” Kleden, 66 tahun,
tokoh yang sangat dihormati di kalangan kelompok etnis.
Peralihan penguasa bisnis jagoan di Ibu Kota bukanlah suksesi yang
mulus. Pada 1990-an, area ini dikuasai Hercules. Ia semula pemuda Timor
yang direkrut Komando Pasukan Khusus, atau Kopassus, pada saat proses
integrasi wilayah itu ke Indonesia. Terluka dalam kecelakaan helikopter,
ia dibawa Gatot Purwanto, perwira pasukan yang dipecat dengan pangkat
kolonel setelah insiden Santa Cruz, ke Jakarta.
Hercules menetap di Jakarta, dan segera merajai dunia para jagoan. Ia
menguasai Tanah Abang. Namanya pun selalu dekat dengan kekerasan.
Kekuasaan tak abadi. Pada 1996, ia tak mampu mempertahankan kekuasaannya
di pasar terbesar se-Asia Tenggara itu. Kelompoknya dikalahkan dalam
pertikaian dengan kelompok Betawi pimpinan Bang Ucu Kambing, kini 64
tahun.
Sejak itu ia tak lagi berkuasa. Tapi namanya telanjur menjadi ikon.
Seorang perwira polisi mengatakan, setiap pergantian kepala kepolisian,
Hercules selalu dijadikan “sasaran utama pemberantasan preman”.
Pada masa kejayaan Hercules, ada Yorrys Raweyai. Pada awal 1980-an,
ia bekerja menjadi penagih utang. Kekuatan pemuda asal Papua ini
ditopang Pemuda Pancasila, organisasi yang mayoritas anggotanya
anak-anak tentara. Dia menjadi ketua umum organisasi itu pada 2000 dan
melompatkan kariernya di politik. Dia kini anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dari Fraksi Partai Golkar.
Pemuda Pancasila juga menjual jasa pengamanan lahan, penagihan, dan
penjaga keamanan. Ordernya diterima dari perusahaan resmi yang memiliki
jaringan dengan Pemuda Pancasila. “Habis, mau kerja apa, mereka tidak
punya ijazah,” Yorrys menunjuk anggota kelompoknya. Soal cap preman, dia
berkomentar enteng, “Saya anggap koreksi saja.”
Pada generasi yang sama, Lulung, bekas preman Tanah Abang, kini
menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Partai
Persatuan Pembangunan. Usahanya dimulai dari pengumpul sampah kardus
bekas hingga barang bekas. “Karier”-nya mencorong ketika kemudian
bermain dalam usaha pengamanan Tanah Abang.
Untuk melestarikan kekuatan, Lulung memilih jalur resmi. Ia
mendirikan PT Putraja Perkasa, lalu PT Tujuh Fajar Gemilang, dan PT Satu
Komando Nusantara. Perusahaan ini disesuaikan dengan “kompetensi inti”
Lulung: jasa keamanan, perparkiran, penagihan utang. “Kami masuk lewat
tender resmi,” ujarnya.Pada 1996, ketika Hercules berhadapan dengan Bang
Ucu, Lulung memilih “berkolaborasi” dengan kelompok Timor. Alhasil, ia
dikejar-kejar teman-temannya di Betawi. Bang Ucu menyelamatkannya. Itu
sebabnya, kini Lulung rajin menyetor dana ke Ucu.
Dari Nusa Tenggara Timur ada nama Zakaria “Sabon” Kleden. Mendarat di
Betawi pada 1961, Zaka-begitu dia disapa-mengatakan menjadi preman
pertama asal daerahnya. “Dulu istilahnya geng. Ada geng Berland,
Santana, dan Legos,”
Riwayat Zaka tak kalah berdarah. Ia mengaku sempat memutilasi
korbannya. Ia juga mengatakan telah menembak mati beberapa orang. “Saya
membela harga diri saya,” ujarnya. Tapi ia mengatakan tak pernah
dinyatakan bersalah. “Saya sering ditahan, tapi tidak pernah dihukum
penjara,” kata pria yang sangat dihormati kelompok preman terutama dari
daerah Nusa Tenggara Timur itu. Tiga tahun lalu, Zaka menjalankan bisnis
sekuriti, PT Sagas Putra Bangsa.
Dari eranya, Zaka menyebutkan nama ketua geng seperti Chris Berland,
Ongky Pieter, Patrick Mustamu dari Ambon, Matt Sanger dari Manado, Jonni
Sembiring dari Sumatera, Pak Ukar dan Rozali dari Banten, Effendi Talo
dari Makassar. “Komunikasi di antara kami baik, maka jarang bentrok
berdarah,” tuturnya.
Pada awal 2000, muncul Basri Sangaji. Tapi dia terbunuh dalam
penyerangan berdarah di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan.
“Bisnis”-nya diteruskan anggota keluarga Sangaji: Jamal dan Ongen. Ongen
kini mantap dengan karier politiknya, menjabat Ketua Dewan Pimpinan
Daerah Partai Hanura Jakarta. “Target saya ketua Dewan Pimpinan Pusat,”
ujarnya.
Menjelang 1980-an kelompok-kelompok preman etnis juga membentuk
organisasi massa. Dimulai dari Prems-kependekan dari Preman
Sadar-pimpinan Edo Mempor. Tetap saja, bisnis mereka penagihan,
perpakiran, dan jaga tanah sengketa. “Ini awal mulanya preman berbalut
ormas,” kata seorang mantan serdadu yang kini jadi preman.
Kelompok itu berdiri hingga kini. Ada Angkatan Muda Kei, Kembang
Latar, Petir, Forum Betawi Rempug, Forum Komunikasi Anak Betawi
(Forkabi), Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten, juga Angkatan
Muda Kei.
Setelah bentrok berdarah di Ampera, nama Thalib Makarim muncul ke
permukaan. Para pesaingnya menyebut dia menyediakan pengamanan klub
hiburan malam, seperti Blowfish, DragonFly, X2, dan Vertigo. Thalib
resminya seorang pengacara. Dia pernah mendampingi artis kakak-adik
Zaskia Adya Mecca dan Tasya Nur Medina, yang diculik oleh Novan Andre
Paul Neloe. Ia juga menjadi anggota tim pengacara pengusaha Tomy Winata,
ketika menggugat majalah Tempo pada 2005.
Thalib tercatat bekerja untuk kantor pengacara Victor B. Laiskodat
& Associates di Melawai, Jakarta Selatan. Tapi, ketika Tempo
mendatangi kantor ini, ia tak lagi bekerja di sana. “Lima tahun lalu
sudah keluar,” kata Mie Gebu, staf kantor ini. Beberapa orang yang
berjanji bisa menghubungkan dia dengan Tempo juga gagal menemukannya. Ia
juga tak pernah memenuhi panggilan polisi, yang menangani kasus Ampera.
Sumber Tempo di kalangan preman menyebutkan, Thalib merupakan
pengganti Basri Sangaji. Ia menguasai tempat-tempat hiburan elite di
Jakarta Selatan. “Termasuk lingkungan pasar Blok M-Melawai,” katanya.
Adapun kelompok John Kei, menurut salah satu pentolannya, Agrafinus,
berfokus pada jasa penagihan dan pengacara. Kelompok ini tidak masuk ke
bisnis pengamanan tempat hiburan, perparkiran, ataupun pembebasan tanah.
“Level kami bukan kelas recehan seperti itu,” katanya. Sebab itulah,
Daud Kei membantah tuduhan pertikaian di Blowfish dan Ampera dilatari
perebutan lahan bisnis. “Kami etnis Maluku tidak ada bisnis penjagaan
tempat hiburan,” dia menegaskan.
Namun, menurut seorang preman senior, pertikaian antarkelompok
separah itu umumnya karena berebut suplai atau meminta jatah. Sebab,
perputaran uang di tempat-tempat dugem (dunia gemerlap) itu luar biasa
besar. “Bayangin aja, dari suplai tisu, snack, minuman, sampai narkoba
ada,” tuturnya.
Berbeda dengan John Kei, Umar Kei meluaskan bisnisnya ke pembebasan
tanah, termasuk penjagaannya. Di lahan ini juga bermain Forum Betawi
Rempug dan Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten. Adapun
perparkiran umumnya dipegang ormas lokal Betawi atau Banten, contohnya
Haji Lulung.
Dari semua bisnis yang dilakoni kelompok etnis itu, penghasilan
terbesar ada di proyek pembebasan tanah. “Nilainya setara dengan uang
jajan setahun,” katanya. Mereka biasa menyebut penghasilan ini sebagai
“jatah preman”, yang dipelesetkan menjadi “jatah reman”. Di tingkat
kedua, penjagaan tempat hiburan malam. Kali ini jatahnya dipakai untuk
“uang jajan sebulan”. Sedangkan bisnis perpakiran menghasilkan jatah
reman berupa “uang jajan harian”.
Tak mengherankan bila dunia para jagoan ini sering diwarnai pertikaian, bahkan sampai berdarah-darah
Sejarah ‘Organisasi Masyarakat’
Masa Orde Baru:
Tumbuh organisasi pemuda, seperti Pemuda Pancasila, Pemuda Panca Marga,
Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia, Yayasan Bina
Kemanusiaan, dan belakangan organisasi Kembang Latar. Selain berbendera
organisasi kepemudaan, ada kelompok informal yang sangat populer,
seperti Siliwangi, Berland, Santana, dan Legos. Kelompok ini menjalankan
usaha keamanan tempat hiburan serta sengketa lahan dan tempat parkir
wilayah JakartaSelatan.
Pasca Orde Baru :
*1998
Warga Betawi Tanah Abang mendirikan Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang
dan memilih jawara Tanah Abang, Muhammad Yusuf Muhi alias Bang Ucu
Kambing, sebagai ketua umum hingga sekarang.
FPI didirikan oleh Muhammad Rizieq bin Husein Syihab di Jalan
Petamburan III Nomor 83,JakartaPusat. Beberapa jenderal TNI dan Polri
mendukung pendirian FPI, di antaranya mantan Kepala Polda Metro Jaya
Komisaris Jenderal Nugroho Jayusman.
* 2000
Angkatan Muda Kei (AmKei) didirikan oleh keluarga Kei dengan
ketua John Refra atau John Kei. Organisasi terbentuk pascakerusuhan
Tual, Maluku, pada Maret 1999. Kelompok ini mengklaim memiliki 12 ribu
pengikut.
Kelompok Laskar Merah Putih pimpinan Eddy Hartawan (almarhum).
Kelompok pemuda ini pernah menjadi tenaga pengawal mendampingi Manohara
Odelia Pinot.
* 2001
Forkabi dideklarasikan di Kramat Sentiong,Jakarta Pusat. FBR didirikan oleh KH Fadloli el-Muhir (almarhum) dengan jumlah pengikut saat pendirian 400 ribu oranh.
Jejak Berdarah Ormas
29 September 2010
Bentrokan antara kelompok Maluku (Kei) dan Flores (Thalib Makarim)
ketika sidang kasus Blowfish di Jalan Ampera, di depan Pengadilan
NegeriJakartaSelatan. Korban tewas dari kelompok Maluku: Frederik Philo
Let Let, 29 tahun, Agustinus Tomas (49), dan seorang sopir Kopaja
Syaifudin (48).
31 Juli 2010
Bentrokan Forum Betawi Rempug (FBR) dengan Pemuda Pancasila, Forum
Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), dan Komunikasi Masyarakat Membangun
Lapisan Terbawah (Kembang Latar) di Rempoa, Ciputat.
30 Mei 2010
Bentrokan antara massa Forkabi dan warga Madura di Duri Kosambi, Cengkareng. Ketua Forkabi Cipondoh Endid Mawardi tewas dibacok.
12 April 2010
Koordinator keamanan Koperasi Bosar Jaya, Logo Vallenberg, dikeroyok
kelompok Umar Kei. Penyebabnya sengketa warisan antarkeluarga pemilik
koperasi.
4 April 2010
Bentrokan di Klub Blowfish, Wisma Mulia Jakarta, menewaskan dua orang
dari kelompok Kei, M. Sholeh dan Yoppie Ingrat Tubun. Klub Blowfish
dijaga kelompok Flores Ende pimpinan Tha-lib Makarim.
14 Desember 2009
Mantan karyawan PT Maritim Timur Jaya, Susandi alias Aan, dipukul dan
ditendang di bagian kepala dan dada oleh Viktor Laiskodat, pemimpin
Artha Graha Group.
11 Agustus 2008
John Kei, pemuda Ambon, ditangkap Densus Antiteror 88 Kepolisian Daerah
Maluku di Desa Ohoijang, Kota Tual. Dia diduga kuat terlibat
penganiayaan terhadap dua warga Tual, Charles Refra dan Remi Refra, yang
menyebabkan jari kedua pemuda itu putus.
1 Juni 2008
Bentrokan Front Pembela Islam (FPI) dan Aliansi Kebangsaan untuk
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Markas Besar Kepolisian RI
menetapkan lima anggota FPI sebagai tersangka dalam pengeroyok-an dan
pemukulan terhadap anggota Aliansi.
27 April 2006
Ratusan anggota FBR mendatangi rumah artis Inul Daratista, menuntut Inul
meminta maaf atas tindakannya menggelar demonstrasi menolak Rancangan
Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi di Hotel Indonesia.
3 Februari 2006
Massa FPI mengamuk di depan kantor Kedutaan Besar Denmark, Menara
Rajawali, terkait dengan pemuatan kartun Nabi Muhammad SAW di koran
Denmark, Jyllands-Posten.
19 Desember 2005
Hercules bersama 17 anak buahnya menyerang kantor Indopos, JakartaBarat,
karena keberatan atas artikel berjudul ?eformasi Preman Tanah Abang,
Hercules Kini Jadi Santun”. Dia divonis hukuman penjara 2 bulan.
18 Juni 2005
Kelompok Maluku mengamuk dan merusak kantor pemasaran Perumahan Taman
Permata Buana,JakartaBarat. Mereka mengaku mewakili Aminah binti Ilyas,
pemilik tanah yang sedang bersengketa dengan pengembang.
8 Juni 2005
Keributan antara kelompok Basri Sangaji dan John Kei saat sidang kasus
pemukulan di Diskotek Stadium,JakartaBarat. Kakak kandung John Kei,
Walterus Refra Kei alias Semmy Kei, terbunuh di lahan parkir Pengadilan
NegeriJakartaBarat. Tindakan ini merupakan balas dendam atas pembunuhan
Basri Sangaji dan bentrokan di Diskotek Stadium.
29 Mei 2005
Persatuan Pendekar Banten bentrok dengan Forkabi. Jahuri, 44 tahun,
warga Cilampang, Banten, tewas, ditemukan di Gedung Serbaguna Perumahan
Permata Buana. Bentrokan dipicu sengketa tanah.
1 Maret 2005
Ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, dan celurit berhadapan
di Jalan Ampera,JakartaSelatan, di depan Pengadilan
NegeriJakartaSelatan, ketika sidang pembunuhan Basri Sangaji.
16 Februari 2005
Bentrokan antara petugas Tramtib DKI dan kelompok Hercules yang menjaga
lahan kosong di Jalan H.R. Rasuna Said Blok 10-I Kaveling
5-7,JakartaSelatan. Adik Hercules, Albert Nego Kaseh alias John Albert,
mati tertembak senjata Kasi Operasi Satpol Pamong Praja DKIJakarta,
Chrisman Siregar.
12 Oktober 2004
Basri Sangaji tewas diserang sepuluh preman dari kelompok John Kei di kamar 301 Hotel Kebayoran Inn,JakartaSelatan.
2 Maret 2004
Bentrokan antara kelompok Basri Sangaji dan John Kei di Diskotek Stadium
di kawasan Taman Sari,JakartaBarat. Saat itu kelompok Basri menjaga
diskotek dan diserang puluhan orang Kei. Dua penjaga keamanan dari
kelompok Basri tewas.
7 Mei 2003
Bentrokan kubu Hercules dan Basri Sangaji di Kemang,JakartaSelatan.
Pertikaian menyebabkan Samsi Tuasah tewas akibat luka tembak di paha dan
dada.
8 Maret 2003
David A. Miauw dan rekan, anak buah Tomy Winata, menye-rang dan
melakukan pemukulan terhadap tiga wartawan majalah Tempo. Tomy
berkeberatan atas artikel Tempo edisi Senin, 3 Maret 2003, berjudul “Ada
Tomy di Tenabang?” Kasus ini dibawa ke pengadilan.
28 Maret 2002
Tujuh anggota FBR menganiaya anggota Urban Poor Consortium pimpinan Wardah Hafidz di kantor Komnas HAM, Menteng.
12 Desember 1998 dan 15 Januari 1999
Kerusuhan antara kelompok Ambon muslim dan Kristen dipicu peristiwa
Ketapang. Kerusuhan Ambon ditengarai akibat provokasi beberapa kelompok
preman.
22-23 November 1998
Kerusuhan antara Ambon Muslim dan Kristen di daerah
Ketapang,JakartaPusat. Baku hantam dipicu terbunuhnya empat pemuda
muslim pada kerusuhan Semanggi, menjelang Sidang Istimewa MPR.
29 Mei 1997
Dedy Hamdun, tokoh ormas asal Ambon diculik lalu hilang hingga kini.
Suami artis Eva Arnaz ini bekerja membebaskan tanah bagi bisnis properti
Ibnu Hartomo, adik ipar bekas presiden Soeharto. Sebelum hilang, Dedy
aktif mendukung Partai Persatuan Pembangunan.
1996
Perang antara kelompok Betawi dan Timor pimpinan Hercules. Kelompok Timor hengkang dari Tanah Abang.
sumber : http://yoszuaccalytt.blogdetik.com
Category:
0 komentar