Featured Post 2
Jakarta : Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
mencopot Walikota Jakarta Selatan, Anas Efendi dan dipindahtugaskan
menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah. Wakil Gubernur DKI
Jakarta, Basuki T Purnama (Ahok) pun punya alasan tersendiri kenapa Anas
dipindahtugaskan.
Awalnya, Ahok tidak mau menjawab secara jelas
alasan dirinya dan Jokowi mengganti Anas yang telah menjabat sebagai
Walikota tidak lebih dari 1,5 tahun tersebut. "Alasannya, coba tanya Pak
Sekda deh, dia yang lebih tahu," ujar Basuki di Balai Kota DKI Jakarta,
Jumat (15/2/2013).
Dengan dirotasinya Anas sebagai Kepala
Perpustakaan dan Arsip Daerah, maka jabatan Walikota akan diserahkan
kepada wakil Walikota Jakarta Selatan yang mendampingi Anas selama ini
yaitu Syamsudin Noor. Ahok pun berkelakar naiknya rotasi tersebut
dilakukan lantaran Syamsudin yang berpostur tubuh kurus ini mirip dengan
Jokowi.
"Saya enggak tahu, alasannya mungkin wakilnya lebih mirip
Pak Jokowi kali. Coba lihat tampangnya Pak Anas dan pak Syamsudin, mana
yang lebih mendekati potongan pak jokowi," ujar Ahok sambil tertawa.
Apakah
dengan begitu, perawakan kurus seperti Jokowi akan menjadi syarat bagi
pejabat baru yang akan di lantik? Ahok pun kembali menanggapi sambil
berkelakar.
sumber : http://news.liputan6.com
Sekretaris Kota Adminitrasi Jakarta Selatan
Usmayadi mengatakan, dimutasinya Walikota Jakarta Selatan, Anas Effendy
menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah itu bisa dikatakan
mendadak. Pasalnya, mutasi itu baru beritatahukan kepadanya pada Rabu
(13/2/13) malam, sedangkan Kamis (14/2/13) Anas dilantik, meskipun Anas
tidak menghadiri pelantikannya.
“Sebenarnya Rabu malam itu dia
baru diberitahu, dia kaget karena mendadak. Beliau juga tidak tahu mau
dimutasi,” kata Usmayadi dikantornya, Jumat (15/2/13).
Baca juga: Gubernur Jokowi Bantah Copot Kepala Satpol PP, Ganti Pejabat Perempuan dan Ketika Jokowi Main Futsal
Lebih
lanjut Usmayadi menuturkan, saat ini belum ada penggantinya, karena
harus menunggu kepastian dari Pemprov DKI Jakarta untuk mengisi jabatan
ini. Tetapi, kita tetap bisa bekerja karena itu sudah sistem.
“Tentunya
Pemprov akan menentukan calon pelaksana tugas atau pelaksana harian
Walikota, entah itu dari provinsi. Biasanya dijabat asisten atau wakil.
Meski jabatan Walikota tidak ada,” ujarnya.
Seperti diketahui,
kemarin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melakukan mutasi terhadap
beberapa pejabat di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Diantaranya adalah Walikota Jakarta Selatan Anas Effendi yang dimutasi
menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah.
Siang kemarin
seharusnya Anas dilantik untuk menempati pos barunya, namun ternyata
yang bersangkutan mangkir dan tidak hadir pada saat upacara pelantikan.
Jokowi
sendiri mengatakan, akan mengganti pejabat pemerintahan di lingkungan
Pemprov DKI Jakarta yang tidak mampu mengikuti pola kerja yang
diterapkan mantan walikota Solo itu.
Gubernur DKI Jakarta Jokowi
menolak jika alasan pemindahan Anas adalah karena kinerjanya dianggap
buruk, tetapi dimutasi karena memang jabatan Kepala Perpustakaan dan
Arsip Daerah memang sedang kosong sehingga walikota yang dilantik pada
November tahun 2011 lalu itu ditugasi untuk mengisi posisi itu.
“Ya karena di perpustakaannya kosong. Kan yang di arsip sudah pensiun,” ujar Jokowi.@hermawan
sumber :http://www.lensaindonesia.com
JAKARTA—Ketua Umum Forum Pemuda Betawi (FPB) Rachmat HS siap
memelopori perubahan paradigma dalam Badan Musyawarah (Bamus) Betawi.
Pimpinan ormas yang masih dalam naungan Bamus Betawi itu menegaskan
bahwa saat ini diperlukan orang-orang muda visioner untuk menahkodai
wadah berhimpunnya 100-an ormas kebetawian tersebut.
“Bamus Betawi harus jadi rumah besar warga Betawi. Bamus harus diisi
orang-orang muda yang visioner dan trackrecordnya jelas. Kedepan bamus
harus jadi tempat ide dan gagasan,” kata Rachmat HS usai diskusi panel
dengan tema masyarakat Betawi bebenah, di gedung Juang, Jakpus kemarin.
Menurut Rachmat, pasca pilkada DKI lalu, semangat warga Betawi agak
drop. Jadi perlu dirajut kembali semangatnya agar tetap eksis.
“Diskusi panel ini merupakan momentum membangun spirit moral kepada
masyarakat betawi yg tergabung dalam Bamus Betawi. Apalagi, jelang Mubes
Betawi 11 Januari mendatang, diskusi ini menjadi sangat penting. Ini
ajang urun rembug dari tokoh-tokoh Betawi,” katanya.
Dikatakan, saat ini warga Betawi harus bangkit, semangatnya harus
ditata ulang. “Harus digabungkan kembali menjadi satu kekuatan. Warga
Betawi harus eksis di kampungnya sendiri. Eksistensi warga Betawi tidak
boleh luntur, siapapun gubernurnya,” jelas Rahmat HS.
Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah tokoh betawi. Antara lain ketum
Bamus Betawi Nachrowi Ramli, anggota DPRD DKI Zainuddin alias bang
Oding, sesepuh Betawi Amarullah Asbah, Effendy Yusuf, Husein Sani, serta
mantan Sekjen Bamus betawi Bachrullah Akbar.
“Hadirnya tokoh betawi dalam diskusi ini menunjukkan bahwa semua
peduli terhadap betawi. FPB akan jadi pelopor dalam perubahan tersebut,”
tegasnya.
Rachmat menegaskan dirinya hanya akan menjadi perekat bagi kemajuan dan kesejahteraan Bamus Betawi.
Nachrowi Ramli sendiri sangat mengapresiasi acara tersebut. “Kita
ingin Bamus tidak tidur. Bamus tetap harus eksis. Karena siapapun
gubernurnya, warga betawi merupakan penduduk inti kota Jakarta,” tegas
pria pada pilkada lalu mencalonkan diri sebagai wagub bersama Fauzi Bowo
sebagai gubernurnya.
sumber : http://www.harianterbit.com
Editor — Maghfur Ghazali
JAKARTA : Musyawarah Besar (Mubes) ke-6 Badan Musyawarah (Bamus)
Betawi berkeinginan menjadi organisasi masyarakat (ormas) tingkat
nasional. Alasannya, saat ini sebanyak 114 ormas Betawi sudah berkembang
pesat di 20 provinsi, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS)
pada Desember 2012.
sumber : http://www.suarakarya-online.com
TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus.
Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh.
“Saya lari ke atas,” kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor,
mengenang pertikaian melawan geng preman lawannya, di sekitar Bumi
Serpong Damai, Banten, April 2010 lalu. “Anak buah saya berkumpul di
lantai tiga.”
Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar
Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik
koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin
Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti
Bandung, Semarang, Parung, Ciputat, dan Pamulang.
Wafat pada akhir 2008, Baharudin meninggalkan banyak warisan buat
keluarganya, antara lain aset delapan koperasi berbadan hukum, yang
cabangnya tersebar di sejumlah kota. Pengadilan Agama Jakarta Timur pun
menetapkan istri dan empat anak Baharudin sebagai ahli waris. Konflik
keluarga berawal ketika Masthahari, adik Baharudin, menuntut hak waris.
Masthahari menyewa jasa pengamanan dari Umar Kei, 33 tahun, pemuda
dari Kei, Maluku. Tak mau kalah, Burhanuddin meminta pengawalan Alfredo
Monteiro dan Logo Vallenberg dari kelompok Timor. Di lapangan, merekalah
yang berhadapan.
Serangan itu datang pagi-pagi. Lima orang datang ke kantor Koperasi
Bosar Jaya. “Kami dari Koperasi Mekar Jaya ingin mengambil alih kantor,”
kata Jamal, seorang penyerang. Tak lama kemudian datang Umar Kei, yang
meminta Logo dan kelompoknya meninggalkan kantor. Ditolak, Umar
memanggil anak buahnya yang datang dengan enam mobil. Menurut Logo,
mereka bersenjata golok dan pedang samurai. Umar memerintahkan anak
buahnya menyerang.Para penyerang menyabet Logo. “Anak buah saya tak
bersenjata,” kata Logo. Bentrokan tak berlanjut karena petugas kompleks
pertokoan itu telah datang. Belakangan Logo tahu, Umar bekerja dengan
bendera Lembaga Bantuan Hukum Laskar Merah Putih. “Mereka
mengatasnamakan koperasi simpan-pinjam Mekar Jaya,” katanya.
Umar mengatakan, dia datang untuk mengajak berunding. Ia meminta Logo
dan teman-temannya meninggalkan kantor karena sengketa keluarga itu
ditangani pengadilan. Sebelum menghadapi Logo, Umar mengatakan bahwa
gengnya sudah lebih dulu berhadapan dengan anggota Brimob, kelompok
Banten, Forum Betawi Rempug, dan kelompok Ongen Sangaji yang disewa
Burhanuddin Harahap. “Mereka mundur menghadapi kelompok saya,”
katanya.Sengketa hak waris pun menjadi pertikaian berdarah.Kelompok Umar
Kei dan kelompok Alfredo-Logo terhubung dalam usaha jasa pengamanan. Di
ceruk “bisnis kekerasan” ini, ada pemain lain semacam Kembang Latar
pimpinan Bahyudin, Petir di bawah komando Alo Maumere, Forum Betawi
Rempug yang dipimpin Lutfi Hakim, Badan Pembina Potensi Keluarga Besar
Banten pimpinan Dudung Sugriwa, dan Pemuda Pancasila.
“Subsektor” bisnis ini merentang dari penagihan utang, jasa penjagaan
lahan sengketa, pengelolaan jasa parkir, sampai pengamanan tempat
hiburan dan perkantoran di Ibu Kota. Usaha pengamanan kantor antara lain
dipilih Abraham Lunggana alias Lulung, 50 tahun. Mendirikan perusahaan
PT Putraja Perkasa pada awal 2000, ia masuk jasa pengelolaan parkir dan
pengamanan. Putraja memiliki anak perusahaan, PT Sacom. Abraham
mengklaim mempekerjakan sekitar 4.000 orang. “Dulu sempat lebih besar
dari itu,” kata dia.
Anak buah Lulung menangani pengamanan Blok F, Pasar Tanah Abang,
Jakarta Pusat, tempat para pedagang kelontong. Ia mengambil alih
“kekuasaan” yang sebelumnya dipegang oleh seorang jawara bernama
Muhammad Yusuf Muhi alias Bang Ucu Kambing, 62 tahun. Ucu dulu
menyingkirkan penguasa sebelumnya, Rosario Marshal alias Hercules,
seorang pemuda asal Timor Timur. Perusahaan Lulung juga mengelola
perparkiran di sejumlah kantor, termasuk Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta
Selatan (lihat “Pemburu Utang, Penjaga Parkir”).
Persaingan antar kelompok sering sangat keras dan bisa diakhiri
dengan pertumpahan darah. Akhir September lalu, dua kelompok berhadapan
di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera. Mereka
menghadiri sidang bentrok berdarah, yang melibatkan sejumlah pemuda Kei
dengan penjaga keamanan Blowfish Kitchen and Bar, Gedung Menara Mulia,
Jakarta Selatan. (lihat “Dari Blowfish ke Ampera”).
Menurut Agrafinus Rumatora, 42 tahun, dari kelompok Kei, penjaga
keamanan Blowfish dipegang kelompok Flores Ende pimpinan Thalib Makarim.
Perkelahian pada April lalu itu menewaskan dua pemuda Kei, yakni Yoppie
Ingrat Tubun dan M. Soleh. Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menghadirkan terdakwa pelaku pembunuhan dua orang itu. Ternyata sidang
ini menyulut pertikaian lebih besar. Tiga orang dari kelompok Kei tewas,
puluhan lainnya luka-luka. Seorang sopir bus pengangkut kelompok ini
menjadi korban.Daud Kei, Wakil Ketua Angkatan Muda Kei (AMKei),
menganggap pertikaian dua kelompok itu lebih besar. Daud, 38 tahun,
tangan kanan John Kei, ketua organisasi itu, mengatakan, “Ini bukan
antara Kei dan Flores, tapi antara Maluku dan Flores Ende. Jangan salah
tulis,” katanya.
Setelah bentrokan di Ampera, Alfredo Monteiro dan Logo diperiksa
polisi. Alfredo mengatakan bahwa polisi menduga ia dan Logo berkaitan
dengan Thalib Makarim. Logo memang pernah bekerja untuk Thalib. “Cuma
dua bulan,” katanya. Polisi lalu menangkap enam tersangka, semuanya dari
kelompok Flores Ende. “Bagaimana mungkin tidak ada tersangka satu pun
dari mereka (kelompok Kei)?” kata Zakaria “Sabon” Kleden, 66 tahun,
tokoh yang sangat dihormati di kalangan kelompok etnis.
Peralihan penguasa bisnis jagoan di Ibu Kota bukanlah suksesi yang
mulus. Pada 1990-an, area ini dikuasai Hercules. Ia semula pemuda Timor
yang direkrut Komando Pasukan Khusus, atau Kopassus, pada saat proses
integrasi wilayah itu ke Indonesia. Terluka dalam kecelakaan helikopter,
ia dibawa Gatot Purwanto, perwira pasukan yang dipecat dengan pangkat
kolonel setelah insiden Santa Cruz, ke Jakarta.
Hercules menetap di Jakarta, dan segera merajai dunia para jagoan. Ia
menguasai Tanah Abang. Namanya pun selalu dekat dengan kekerasan.
Kekuasaan tak abadi. Pada 1996, ia tak mampu mempertahankan kekuasaannya
di pasar terbesar se-Asia Tenggara itu. Kelompoknya dikalahkan dalam
pertikaian dengan kelompok Betawi pimpinan Bang Ucu Kambing, kini 64
tahun.
Sejak itu ia tak lagi berkuasa. Tapi namanya telanjur menjadi ikon.
Seorang perwira polisi mengatakan, setiap pergantian kepala kepolisian,
Hercules selalu dijadikan “sasaran utama pemberantasan preman”.
Pada masa kejayaan Hercules, ada Yorrys Raweyai. Pada awal 1980-an,
ia bekerja menjadi penagih utang. Kekuatan pemuda asal Papua ini
ditopang Pemuda Pancasila, organisasi yang mayoritas anggotanya
anak-anak tentara. Dia menjadi ketua umum organisasi itu pada 2000 dan
melompatkan kariernya di politik. Dia kini anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dari Fraksi Partai Golkar.
Pemuda Pancasila juga menjual jasa pengamanan lahan, penagihan, dan
penjaga keamanan. Ordernya diterima dari perusahaan resmi yang memiliki
jaringan dengan Pemuda Pancasila. “Habis, mau kerja apa, mereka tidak
punya ijazah,” Yorrys menunjuk anggota kelompoknya. Soal cap preman, dia
berkomentar enteng, “Saya anggap koreksi saja.”
Pada generasi yang sama, Lulung, bekas preman Tanah Abang, kini
menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Partai
Persatuan Pembangunan. Usahanya dimulai dari pengumpul sampah kardus
bekas hingga barang bekas. “Karier”-nya mencorong ketika kemudian
bermain dalam usaha pengamanan Tanah Abang.
Untuk melestarikan kekuatan, Lulung memilih jalur resmi. Ia
mendirikan PT Putraja Perkasa, lalu PT Tujuh Fajar Gemilang, dan PT Satu
Komando Nusantara. Perusahaan ini disesuaikan dengan “kompetensi inti”
Lulung: jasa keamanan, perparkiran, penagihan utang. “Kami masuk lewat
tender resmi,” ujarnya.Pada 1996, ketika Hercules berhadapan dengan Bang
Ucu, Lulung memilih “berkolaborasi” dengan kelompok Timor. Alhasil, ia
dikejar-kejar teman-temannya di Betawi. Bang Ucu menyelamatkannya. Itu
sebabnya, kini Lulung rajin menyetor dana ke Ucu.
Dari Nusa Tenggara Timur ada nama Zakaria “Sabon” Kleden. Mendarat di
Betawi pada 1961, Zaka-begitu dia disapa-mengatakan menjadi preman
pertama asal daerahnya. “Dulu istilahnya geng. Ada geng Berland,
Santana, dan Legos,”
Riwayat Zaka tak kalah berdarah. Ia mengaku sempat memutilasi
korbannya. Ia juga mengatakan telah menembak mati beberapa orang. “Saya
membela harga diri saya,” ujarnya. Tapi ia mengatakan tak pernah
dinyatakan bersalah. “Saya sering ditahan, tapi tidak pernah dihukum
penjara,” kata pria yang sangat dihormati kelompok preman terutama dari
daerah Nusa Tenggara Timur itu. Tiga tahun lalu, Zaka menjalankan bisnis
sekuriti, PT Sagas Putra Bangsa.
Dari eranya, Zaka menyebutkan nama ketua geng seperti Chris Berland,
Ongky Pieter, Patrick Mustamu dari Ambon, Matt Sanger dari Manado, Jonni
Sembiring dari Sumatera, Pak Ukar dan Rozali dari Banten, Effendi Talo
dari Makassar. “Komunikasi di antara kami baik, maka jarang bentrok
berdarah,” tuturnya.
Pada awal 2000, muncul Basri Sangaji. Tapi dia terbunuh dalam
penyerangan berdarah di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan.
“Bisnis”-nya diteruskan anggota keluarga Sangaji: Jamal dan Ongen. Ongen
kini mantap dengan karier politiknya, menjabat Ketua Dewan Pimpinan
Daerah Partai Hanura Jakarta. “Target saya ketua Dewan Pimpinan Pusat,”
ujarnya.
Menjelang 1980-an kelompok-kelompok preman etnis juga membentuk
organisasi massa. Dimulai dari Prems-kependekan dari Preman
Sadar-pimpinan Edo Mempor. Tetap saja, bisnis mereka penagihan,
perpakiran, dan jaga tanah sengketa. “Ini awal mulanya preman berbalut
ormas,” kata seorang mantan serdadu yang kini jadi preman.
Kelompok itu berdiri hingga kini. Ada Angkatan Muda Kei, Kembang
Latar, Petir, Forum Betawi Rempug, Forum Komunikasi Anak Betawi
(Forkabi), Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten, juga Angkatan
Muda Kei.
Setelah bentrok berdarah di Ampera, nama Thalib Makarim muncul ke
permukaan. Para pesaingnya menyebut dia menyediakan pengamanan klub
hiburan malam, seperti Blowfish, DragonFly, X2, dan Vertigo. Thalib
resminya seorang pengacara. Dia pernah mendampingi artis kakak-adik
Zaskia Adya Mecca dan Tasya Nur Medina, yang diculik oleh Novan Andre
Paul Neloe. Ia juga menjadi anggota tim pengacara pengusaha Tomy Winata,
ketika menggugat majalah Tempo pada 2005.
Thalib tercatat bekerja untuk kantor pengacara Victor B. Laiskodat
& Associates di Melawai, Jakarta Selatan. Tapi, ketika Tempo
mendatangi kantor ini, ia tak lagi bekerja di sana. “Lima tahun lalu
sudah keluar,” kata Mie Gebu, staf kantor ini. Beberapa orang yang
berjanji bisa menghubungkan dia dengan Tempo juga gagal menemukannya. Ia
juga tak pernah memenuhi panggilan polisi, yang menangani kasus Ampera.
Sumber Tempo di kalangan preman menyebutkan, Thalib merupakan
pengganti Basri Sangaji. Ia menguasai tempat-tempat hiburan elite di
Jakarta Selatan. “Termasuk lingkungan pasar Blok M-Melawai,” katanya.
Adapun kelompok John Kei, menurut salah satu pentolannya, Agrafinus,
berfokus pada jasa penagihan dan pengacara. Kelompok ini tidak masuk ke
bisnis pengamanan tempat hiburan, perparkiran, ataupun pembebasan tanah.
“Level kami bukan kelas recehan seperti itu,” katanya. Sebab itulah,
Daud Kei membantah tuduhan pertikaian di Blowfish dan Ampera dilatari
perebutan lahan bisnis. “Kami etnis Maluku tidak ada bisnis penjagaan
tempat hiburan,” dia menegaskan.
Namun, menurut seorang preman senior, pertikaian antarkelompok
separah itu umumnya karena berebut suplai atau meminta jatah. Sebab,
perputaran uang di tempat-tempat dugem (dunia gemerlap) itu luar biasa
besar. “Bayangin aja, dari suplai tisu, snack, minuman, sampai narkoba
ada,” tuturnya.
Berbeda dengan John Kei, Umar Kei meluaskan bisnisnya ke pembebasan
tanah, termasuk penjagaannya. Di lahan ini juga bermain Forum Betawi
Rempug dan Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten. Adapun
perparkiran umumnya dipegang ormas lokal Betawi atau Banten, contohnya
Haji Lulung.
Dari semua bisnis yang dilakoni kelompok etnis itu, penghasilan
terbesar ada di proyek pembebasan tanah. “Nilainya setara dengan uang
jajan setahun,” katanya. Mereka biasa menyebut penghasilan ini sebagai
“jatah preman”, yang dipelesetkan menjadi “jatah reman”. Di tingkat
kedua, penjagaan tempat hiburan malam. Kali ini jatahnya dipakai untuk
“uang jajan sebulan”. Sedangkan bisnis perpakiran menghasilkan jatah
reman berupa “uang jajan harian”.
Tak mengherankan bila dunia para jagoan ini sering diwarnai pertikaian, bahkan sampai berdarah-darah
Sejarah ‘Organisasi Masyarakat’
Masa Orde Baru:
Tumbuh organisasi pemuda, seperti Pemuda Pancasila, Pemuda Panca Marga,
Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia, Yayasan Bina
Kemanusiaan, dan belakangan organisasi Kembang Latar. Selain berbendera
organisasi kepemudaan, ada kelompok informal yang sangat populer,
seperti Siliwangi, Berland, Santana, dan Legos. Kelompok ini menjalankan
usaha keamanan tempat hiburan serta sengketa lahan dan tempat parkir
wilayah JakartaSelatan.
Pasca Orde Baru :
*1998
Warga Betawi Tanah Abang mendirikan Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang
dan memilih jawara Tanah Abang, Muhammad Yusuf Muhi alias Bang Ucu
Kambing, sebagai ketua umum hingga sekarang.
FPI didirikan oleh Muhammad Rizieq bin Husein Syihab di Jalan
Petamburan III Nomor 83,JakartaPusat. Beberapa jenderal TNI dan Polri
mendukung pendirian FPI, di antaranya mantan Kepala Polda Metro Jaya
Komisaris Jenderal Nugroho Jayusman.
* 2000
Angkatan Muda Kei (AmKei) didirikan oleh keluarga Kei dengan
ketua John Refra atau John Kei. Organisasi terbentuk pascakerusuhan
Tual, Maluku, pada Maret 1999. Kelompok ini mengklaim memiliki 12 ribu
pengikut.
Kelompok Laskar Merah Putih pimpinan Eddy Hartawan (almarhum).
Kelompok pemuda ini pernah menjadi tenaga pengawal mendampingi Manohara
Odelia Pinot.
* 2001
Forkabi dideklarasikan di Kramat Sentiong,Jakarta Pusat. FBR didirikan oleh KH Fadloli el-Muhir (almarhum) dengan jumlah pengikut saat pendirian 400 ribu oranh.
Jejak Berdarah Ormas
29 September 2010
Bentrokan antara kelompok Maluku (Kei) dan Flores (Thalib Makarim)
ketika sidang kasus Blowfish di Jalan Ampera, di depan Pengadilan
NegeriJakartaSelatan. Korban tewas dari kelompok Maluku: Frederik Philo
Let Let, 29 tahun, Agustinus Tomas (49), dan seorang sopir Kopaja
Syaifudin (48).
31 Juli 2010
Bentrokan Forum Betawi Rempug (FBR) dengan Pemuda Pancasila, Forum
Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), dan Komunikasi Masyarakat Membangun
Lapisan Terbawah (Kembang Latar) di Rempoa, Ciputat.
30 Mei 2010
Bentrokan antara massa Forkabi dan warga Madura di Duri Kosambi, Cengkareng. Ketua Forkabi Cipondoh Endid Mawardi tewas dibacok.
12 April 2010
Koordinator keamanan Koperasi Bosar Jaya, Logo Vallenberg, dikeroyok
kelompok Umar Kei. Penyebabnya sengketa warisan antarkeluarga pemilik
koperasi.
4 April 2010
Bentrokan di Klub Blowfish, Wisma Mulia Jakarta, menewaskan dua orang
dari kelompok Kei, M. Sholeh dan Yoppie Ingrat Tubun. Klub Blowfish
dijaga kelompok Flores Ende pimpinan Tha-lib Makarim.
14 Desember 2009
Mantan karyawan PT Maritim Timur Jaya, Susandi alias Aan, dipukul dan
ditendang di bagian kepala dan dada oleh Viktor Laiskodat, pemimpin
Artha Graha Group.
11 Agustus 2008
John Kei, pemuda Ambon, ditangkap Densus Antiteror 88 Kepolisian Daerah
Maluku di Desa Ohoijang, Kota Tual. Dia diduga kuat terlibat
penganiayaan terhadap dua warga Tual, Charles Refra dan Remi Refra, yang
menyebabkan jari kedua pemuda itu putus.
1 Juni 2008
Bentrokan Front Pembela Islam (FPI) dan Aliansi Kebangsaan untuk
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Markas Besar Kepolisian RI
menetapkan lima anggota FPI sebagai tersangka dalam pengeroyok-an dan
pemukulan terhadap anggota Aliansi.
27 April 2006
Ratusan anggota FBR mendatangi rumah artis Inul Daratista, menuntut Inul
meminta maaf atas tindakannya menggelar demonstrasi menolak Rancangan
Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi di Hotel Indonesia.
3 Februari 2006
Massa FPI mengamuk di depan kantor Kedutaan Besar Denmark, Menara
Rajawali, terkait dengan pemuatan kartun Nabi Muhammad SAW di koran
Denmark, Jyllands-Posten.
19 Desember 2005
Hercules bersama 17 anak buahnya menyerang kantor Indopos, JakartaBarat,
karena keberatan atas artikel berjudul ?eformasi Preman Tanah Abang,
Hercules Kini Jadi Santun”. Dia divonis hukuman penjara 2 bulan.
18 Juni 2005
Kelompok Maluku mengamuk dan merusak kantor pemasaran Perumahan Taman
Permata Buana,JakartaBarat. Mereka mengaku mewakili Aminah binti Ilyas,
pemilik tanah yang sedang bersengketa dengan pengembang.
8 Juni 2005
Keributan antara kelompok Basri Sangaji dan John Kei saat sidang kasus
pemukulan di Diskotek Stadium,JakartaBarat. Kakak kandung John Kei,
Walterus Refra Kei alias Semmy Kei, terbunuh di lahan parkir Pengadilan
NegeriJakartaBarat. Tindakan ini merupakan balas dendam atas pembunuhan
Basri Sangaji dan bentrokan di Diskotek Stadium.
29 Mei 2005
Persatuan Pendekar Banten bentrok dengan Forkabi. Jahuri, 44 tahun,
warga Cilampang, Banten, tewas, ditemukan di Gedung Serbaguna Perumahan
Permata Buana. Bentrokan dipicu sengketa tanah.
1 Maret 2005
Ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, dan celurit berhadapan
di Jalan Ampera,JakartaSelatan, di depan Pengadilan
NegeriJakartaSelatan, ketika sidang pembunuhan Basri Sangaji.
16 Februari 2005
Bentrokan antara petugas Tramtib DKI dan kelompok Hercules yang menjaga
lahan kosong di Jalan H.R. Rasuna Said Blok 10-I Kaveling
5-7,JakartaSelatan. Adik Hercules, Albert Nego Kaseh alias John Albert,
mati tertembak senjata Kasi Operasi Satpol Pamong Praja DKIJakarta,
Chrisman Siregar.
12 Oktober 2004
Basri Sangaji tewas diserang sepuluh preman dari kelompok John Kei di kamar 301 Hotel Kebayoran Inn,JakartaSelatan.
2 Maret 2004
Bentrokan antara kelompok Basri Sangaji dan John Kei di Diskotek Stadium
di kawasan Taman Sari,JakartaBarat. Saat itu kelompok Basri menjaga
diskotek dan diserang puluhan orang Kei. Dua penjaga keamanan dari
kelompok Basri tewas.
7 Mei 2003
Bentrokan kubu Hercules dan Basri Sangaji di Kemang,JakartaSelatan.
Pertikaian menyebabkan Samsi Tuasah tewas akibat luka tembak di paha dan
dada.
8 Maret 2003
David A. Miauw dan rekan, anak buah Tomy Winata, menye-rang dan
melakukan pemukulan terhadap tiga wartawan majalah Tempo. Tomy
berkeberatan atas artikel Tempo edisi Senin, 3 Maret 2003, berjudul “Ada
Tomy di Tenabang?” Kasus ini dibawa ke pengadilan.
28 Maret 2002
Tujuh anggota FBR menganiaya anggota Urban Poor Consortium pimpinan Wardah Hafidz di kantor Komnas HAM, Menteng.
12 Desember 1998 dan 15 Januari 1999
Kerusuhan antara kelompok Ambon muslim dan Kristen dipicu peristiwa
Ketapang. Kerusuhan Ambon ditengarai akibat provokasi beberapa kelompok
preman.
22-23 November 1998
Kerusuhan antara Ambon Muslim dan Kristen di daerah
Ketapang,JakartaPusat. Baku hantam dipicu terbunuhnya empat pemuda
muslim pada kerusuhan Semanggi, menjelang Sidang Istimewa MPR.
29 Mei 1997
Dedy Hamdun, tokoh ormas asal Ambon diculik lalu hilang hingga kini.
Suami artis Eva Arnaz ini bekerja membebaskan tanah bagi bisnis properti
Ibnu Hartomo, adik ipar bekas presiden Soeharto. Sebelum hilang, Dedy
aktif mendukung Partai Persatuan Pembangunan.
1996
Perang antara kelompok Betawi dan Timor pimpinan Hercules. Kelompok Timor hengkang dari Tanah Abang.
sumber : http://yoszuaccalytt.blogdetik.com
Dalam buku Babad Tanah Betawi, Ridwan Saidi sang penulis buku
tersebut, “mengklaim” bahwa nenek moyang orang Betawi adalah Aki Tirem
atau Sang Aki Luhur Mulya, seorang penghulu kampung yang tinggal di
pinggiran Kali Tirem, Warakas, Tanjung Priuk.
Aki Tirem sebagaimana yang tercatat dalam Naskah Pangeran Wangsakerta
dalam Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara, Parwa 1, Sarga 1, adalah
putera Ki Srengga, Ki Srengga Putera Nyai Sariti Warawiri, Nyai Sariti
Warawiri puteri Sang Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel putera Aki Dungkul
dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Jawa Barat sebelah
Barat, Aki Dungkul putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer Putera Datuk
Pawang Marga, Datuk Pawang Marga putera Ki Bagang yang berdiam
di swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam
di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda, ia berdiam di
dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal dari
Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana
sebelah barat.
Setelah menikahkan anaknya Pohaci Larasati dengan sorang pangeran
pelarian dari India yang berilmu tinggi, Dewawarman, maka keturunan Aki
tirem inilah yang oleh Ridwan Saidi disebut sebagai manusia proto
betawi. dan terus berkembang sampai sekarang sebagai etnis yang mendiami
wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Menurut perkiraan saat ini, orang Betawi
yang ada di Jakarta itu ada sekitar 27 persen atau 2.310.587 jiwa.
Jumlah ini artinya etnis Betawi menjadi etnis terbanyak kedua setelah
etnis Jawa yang sekitar 33 persen. Warga pribumi Jakarta ini hidup
terpencar-pencar di lima wali kota. Lalu etnis Betawi yang hidup di
Bekasi, Tangerang, dan Depok mencapai angka 2.340.000-an jiwa.
Betawi sebagai etnis sudah ada sejak lama, secara tertulis sebutan
orang Betawi pertama kali terdapat dalam dokumen 1644 berupa testament
Nyai Inqua, janda Tuan Tanah Souw Beng Kong, Kapiten Tionghoa pertama
ditanah Betawi. Tetapi sebagai satuan sosial dan politik, etnis Betawi
baru muncul ketika Mohamad Husni Thamrin mendirikan organisasi
kemasarakatan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Di saat itu mungkin baru kaum
terpelajar dan segelintir saja orang Betawi, yang sadar sebagai suatu
golongan etnis yang akan berperan dalam panggung sosial politik.
Ormas Betawi Dan Kekerasan
Organisasi kemasyarakatan adalah salah satu wadah warga, rakyat,
masyarakat untuk berekspresi, mengapresiasikan pikirannya ditengah
masyarakat bangsa, negara. Dengan wadah ini mereka bebas mengemukakan
ide-idenya, melampiaskan isi hatinya serta sadar memperjuangkan hak-hak
sipilnya. Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang baik dan benar.
Ormas itu kepentingannya lebih sempit, dalam arti hanya mempunyai
satu dua kepentingan saja. Lingkup perjuangan ormas dan ideologinya itu
juga lebih sempit, ide-idenya lebih terfokus pada beberapa kepentingan.
Meskipun lingkup ormas itu lebih sempit tapi mempunyai kemungkinan
sasaran dan saluran lebih banyak. Ormas itu akan terus menekan pada
pemerintah, pada partai, pada semua golongan apa saja yang bisa
melayani kepentingan yang diperjuangkan oleh ormas itu.
Orang Betawi sendiri, sebagai tuan rumah yang makin tersisih di
tengah keragaman etnik di ibu kota, mencoba berhimpun untuk mengangkat
eksistensinya. Kini mereka tumbuh sebagai sebuah presure group dalam
beberapa organisasi kemasyarakatan. Ada yang lewat Forum Betawi Rempug
(FBR), Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI), Ikatan Keluarga Besar
Tanah Abang (IKBT), Persatuan warga Betawi (PERWABI), Persatuan
Masyarakat Betawi(PMB), Persatuan Orang Betawi (POB) dan masih banyak
lagi.
Tentunya tidak semua ormas betawi menggunakan “otot” sebagai garis
hidup organisasinya, Sebagai induk organisasi legal, ormas-ormas betawi
tersebut bernaung dibawah payung Bamus Betawi yang sampai saat ini
membawahi 76 organisasi Betawi, yang bergerak di bidang yayasan sosial,
ormas, dan profesi, seperti guru dan dokter,” sebagai mana dikatakan
sekjen Bamus Betawi, Bahrullah Akbar, pada sebuah harian ibukota beberapa waktu yang lalu.
Kekuatiran memang sering muncul kalau ada ormas yang basisnya adalah
ikatan primordial terutama suku. Misalnya, ormas yang berbasis massa
betawi seperti FBR, FORKABI, PMB, POB dan lainnya, ormas Banten seperti
Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI),
Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar Banten (BPPKB), Kelompok Jhon
Kei, yang merupakan himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei, Maluku,
Kelompok Hercules asal Timor-timur, Kelompok Madura dan sebagainya. Kekuatirannya adalah masyarakat justru akan terpecah belah menurut garis-garis primordial.
Dan ribetnya lagi semua ormas berbasis suku tersebut tumplek-blek
ditempat yang sama, Jakarta. Sebagai Ibu Kota negara, Jakarta memang
menjadi impian orang manapun di negeri ini, makanya tak heran setiap
tahun, bulan, minggu, hari para pendatang baru terus berbondong-bondong
membanjiri Jakarta, sehingga memunculkan kemiskinan dan pengangguran
baru. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab utama lahirnya premanisme
dan “penyakit masyarakat” lainnya. Apalagi kini angka pengangguran
terus meningkat. maraknya premanisme lebih disebabkan oleh kemiskinan
mental dan kemiskinan natural, dalam arti tidak mempunyai materi. Pelaku
premanisme umumnya orang yang tidak mengenyam pendidikan. Selain itu,
mereka berasal dari keluarga yang
biasanya miskin.
Pasca lengsernya Orde Baru, bangsa Indonesia dihadapkan pada realitas
sosial politik yang benar-benar tidak menguntungkan dan jauh dari
kondusif. Jika selama Orde Baru, aparat negara sering terlibat kekerasan
sosial dan politik. Maka di era reformasi ini, aksi-aksi kekerasan
diambil alih oleh ormas-ormas sektarian. Ormas-ormas ini ada yang mengusung suku maupun agama, namun hakekatnya tetap sama kental dengan brutalisme dan anti demokrasi.
Tak terkecuali ormas Betawi
Kita pasti belum lupa keributan massa betawi dari FORKABI dengan
massa Banten di perumahan permata buana Jakarta barat. Yang
mengakibatkan tewasnya satu orang darikelompok banten. Lalu kita tentu
masih ingat tewasnya Aji mustofa, salah seorang pentolan FBR di rusun
Pulo Mas karena “duel” dengan sekelompok pemuda asal Maluku. Dan
yang mungkin menjadi semacam “magnum opus” dari serangkaian peristiwa
itu adalah, penyerbuan massa FBR terhadap massa Urban Poor Consortium
(UPC) yang tengah berunjuk rasa di halaman depan Komnas HAM, 28 Maret
2002.
Bagi sebagian besar warga Jakarta, nama Forum Betawi Rempug atau FBR
yang dikomandani Fadholi El Muhir, sudah sangat familiar. Awalnya
pembentukan FBR bertujuan ingin mengembalikan kalangan terpinggirkan, ke
jalan yang benar dengan pendekatan agama. Tujuan akhirnya tentu saja
untuk mengangkat harkat warga betawi. Namun apa lacur. Dalam beberapa
tahun terakhir ini, mereka malah sering terlibat dalam beberapa peristiwa yang memancing emosi massa di Jakarta. Bahkan
sentimen primordialisme mereka semakin terbakar, tatkala mereka harus
berhadapan dengan etnis lain untuk mempertahankan eksistensinya.
Bukan hanya ini. Tak jarang mereka dikaitkan dengan bisnis dukung
mendukung pejabat tertentu atau bisnis mobilisasi dukungan dengan
afiliasi ke partai politik tertentu.
Hal inilah yang menjadi kerisauan Bahrullah Akbar, Dengan tegas
dikatakannya, organisasinya tidak setuju dan tidak mendukung gerakan
ormas yang memakai nama Betawi untuk kepentingan kelompoknya tanpa
pedulikan citra Betawi. “Untuk itu, kami akan langsung turun ke
lapangan, melakukan musyawarah dan komunikasi dengan pimpinan serta
massa organisasi itu agar tidak merusak citra dan nama Betawi,”
“Bamus bertugas mengawasi dan membina komunikasi kepada pimpinan
kelompok itu agar jangan terpengaruh dengan kondisi yang ingin memecah
belah persatuan Betawi. Jangan sembarangan merusak citra Betawi,”
katanya, seperti yang dimuat dalam sebuah harian ibu kota beberapa waktu
lalu.Kekhawatirannya memang wajar, sebab cukup banyak organisasi massa
memakai nama Betawi, namun aksi dan perilakunya lebih mirip preman yang
kini lagi diperangi Polda Metro Jaya. Sebab, pernyataan soal perang
versus preman itu, sebetulnya juga reaksi karena makin muncul gerakan
massa yang tidak terpuji, memakai nama etnis dan kelompok agama.
Meskipun terkadang, sepak terjang ORMAS sangat mempengaruhi
situasi di daerah, terutama dalam bidang politik, ekonomi dan social
lainnya, bahkan menggeser kedudukan Parpol dalam merespon kepentingan
masyarakat.
Masalah kekerasan ormas ini reaksi masyarakat-pun bermacam-macam, ada
yang menuntut pemerintah bertindak tegas terhadap ormas yang melakukan
kekerasan. Karena dalam kasus kekerasan apapun alasannya tidak dapat
dibenarkan, karena nyata-nyata aksi-aksi penghancuran dan penganiayaan
secara sistematis dan terorganisir jelas melanggar HAM. Masyarakat juga
merasa sudah sepatutnya DPR mengusulkan amandemen atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas.Masyarakat juga sudah mafhum dalam UU Ormas, masalah pembubaran ormas
tidak diatur secara tegas. Hanya disebutkan bahwa pembubaran bisa
dilakukan bila ormas mengganggu ketertiban dan ketenteraman serta
bertentangan dengan Pancasila. Mereka menuntut seharusnya ditegaskan
bahwa ormas bisa dibubarkan bila melakukan kekerasan. Jika hendak
berdemonstrasi saja harus mengajukan ijin kepada kepolisian dan jika
tidak bisa dibubarkan. Bagaimana mungkin kita bisa membiarkan begitu
saja aksi sekelompok orang melakukan kekerasan secara terorganisir
dibiarkan saja, tak terkecuali kekerasan yang dilakukan ormas Betawi.
Wajah Betawi Milenium
Mungkin fenomena ini adalah bagian lain dari wajah betawi millennium
selaian yang ditulis Ridwan Saidi dalam bab terakhir buku babad tanah
betawi, wajah Betawi millennium bukan Cuma Sarnadi Adam, Ihsanudin
Noorsy, Jefry Al-Bukhori, Sandra Dewi.
Tetapi wajah Betawi millennium juga adalah Masnah, seorang pelantun
lagu-lagu gambang kromong “lagu dalam”, yang tinggal ditangerang, yang
mungkin keahliannya ini akan ia bawa kedalam kubur, karena sudah tidak
ada lagi orang yang mau dan mampu mewarisi keahliannya yang langka ini.
Wajah betawi millennium adalah Haji Sama Saleh Cengkareng dan Bang
Warno Rawabelong, yang masih sering ngelancarin jurus-jurus pukul seliwa
Betawinya, meskipun sudah tidak adalagi anak muda yang datang berguru
kepadanya.
Wajah Betawi millennium adalah Nalih cucu Saim, pimpinan grup lenong
Kim-Seng, yang anaknya harus putus sekolah karena grup lenongnya sudah
jarang sekali di tanggap orang betawi yang hajatan.
Wajah betawi millennium adalah para pemuda kita yang baru menjadi
orang tua dan lebih bangga dipanggil mama-papa, ayah-bunda, abi-umi, dan
malu dipanggil enyak-babeh oleh anak-anaknya.
Wajah Betawi millennium adalah rumah-rumah orang Betawi yang bergaya
spanyol, bukan rumah kebaya, rumah bapang atu rumah gudang, sehingga
PEMDA DKI mesti repot-repot bikin perkampungan budaya betawi Situ
Babakan, agar anak-cucu kita bisa melihat rumah dari arsitek
nenek-moyangnya sendiri.
Tapi masih untung, masih ada FBR, FORKABI, PMB, IKBT, POB dan lainya,
yang meskipun berparas kasar, terkesan brutal dan sering di cap anti
demokrasi, tapi masih mampu memalingkan wajah orang-orang dari suku lain
untuk tetap mengingat Betawi, atau minimal untuk memberi tahu bahwa
betawi masih eksis di kampungnya sendiri.
sumber : http://majalahbatavianews.wordpress.com

Ketua Umum Forum Pemuda Betawi, Rachmat HS disela acara tersebut pada
wartawan mengaku kegiatan ini, pihaknya ingin menjaring aspirasi dari
Ormas Betawi yang ada, dalam menyongsong Musyawarah Besar Bamus Betawi
pada 15 Februari 2013 mendatang, guna perbaikan agar Bamus Betawi
sebagai leader organisasi betawi yang ada, dapat benar-benar menjadi
kekuatan dalam memperjuangkan harkat dan martabat masyarakat Betawi.
Pimpinan Bamus Betawi adalah orang yang mampu menjadi pemersatu bagi
Ormas Betawi yang ada, dan kita bangga H Nachrowi Ramli selama ini mampu
menyatukan Ormas Betawi, sehingga terjadi keharmonisan antar Ormas
Betawi yang ada, kalau ada gesekan kecil itu biasa diera demokrasi
seperti saat ini, katua umum Bamus Betawi haruslah juga orang yang
memiliki wibawa, memiliki waktu untuk organisasi dan memiliki visi dan
misi yang jelas untuk kemajuan organisasi dan anggota, tegasnya.
Rachmat HS juga mengaku mendukung upaya OC Mubes Bamus Betawi yang kini
melakukan Verifikasi ulang organisasi, karena untuk sebuah ormas
aturanya sudah jelas, jadi jangan asal ada Mubes muncul, setelah itu
tidak jelas kegiatan, sekretariat maupun kepengurusanya, oleh sebab itu
dengan adanya verifikasi tersebut nantinya jelas siapa yang memiliki hak
pilih, dan siapa yang tidak memiliki hak pilih, kalau anggota lama
tidak laya, ya…. sebaiknya jadi peninjau saja, paparnya.
H Nachrowi Ramli juga mengaku bersyukur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
mulai 2013 ini sudah memberikan hibah bagi Bamus Betawi, karena selama
ini uang organisasi adalah atas swadaya anggota, dengan dana yang ada
diharapkan peran Bamus kedepan juga dapat maksimal.
Saat disinggung program kedepan Bamus Betawi, H Nachrowi Ramli mengaku
akan menyesuaikan dengan dinamika perkembangan yang saat ini terjadi di
Jakarta, baik dibidang sosial, politik, pertahanan dan keamanan serta
ekonomi dan budaya, yang jelas kita ingin terus meningkatkan harkat dan
martabat masyarakat Betawi, apalagi Bamus Betawi memiliki 114 anggota
Ormas Betawi, kalau hal ini bisa dimaksimalkan dan didukung Pemerintah
Daerah, maka upaya dalam mensejahterakan warga Jakarta, khususnya
masyarakat Betawi dapat maksimal, ungkapnya tegas.
Sumber : http://www.wartanusantara.com
Tidak ada yang meminta Jokowi (dan Ahok) untuk jadi
Bandung Bondowoso, yang sanggup membangun 99 patung dalam semalam. Tapi
bagaimana bila ayam sudah hampir berkokok, jangankan 99, satu patungpun
belum jelas wujudnya…?
Berikut ini adalah beberapa patung yang masih berbentuk lempung :
Kampung Deret
Proyek yang selalu ditenteng Jokowi pada masa kampanye dulu adalah
Kampung Deret atau Kampung Susun di bantaran kali. Pilot project di
bantaran kali Ciliwung itu akhirnya mengalami naas : tidak jadi
dibangun karena menabrak Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.
Kartu Jakarta Sehat (KJS)
KJS, seperti yang dikabarkan memiliki kelebihan berupa rekam medis di
chip kartu, persyaratan lebih mudah/tidak perlu surat miskin untuk
memperolehnya serta menghapus strata kelas ruang perawatan dengan
otomatis naik ke kelas lebih tinggi jika tidak tersedia tempat di kelas
lebih rendah. Semua keunggulan itu ternyata tidak didukung oleh kesiapan
dana, prasarana, SDM dan perubahan mentalitas pekerja kesehatan.
Lonjakan jumlah pasien sekitar 50-100% sudah terasa sejak Nov 12 lalu,
namun masih dipandang sebagai kesuksesan KJS membangkitkan minat berobat
masyarakat dan tersedianya pelayanan kesehatan tanpa pandang bulu. KJS
bahkan tidak dibutuhkan, banyak Puskesmas yang karena takut dianggap
tidak mendukung program Gubernur baru, atau mungkin takut dimarahi Ahok,
menerima pasien cukup dengan KTP. Akibat promosi kencang, euphoria
masyarakat tak terbendung. Yang datang bukan hanya yang benar-benar
sakit dan tidak mampu, tapi juga yang sakit tidak benar-benar serius dan
tidak benar-benar tidak mampu; sampai Puskesmas dan Rumah Sakit
kewalahan.
Puskesmas sampai kelebihan beban dan mendorong pasien ke RS, RS
berteriak minta Puskesmas jangan asal rujuk. Belum lagi lonjakan tagihan
yang akibat masalah internal berupa macam-macam koreksi di administrasi
Pemda, sehingga beberapa RS mengalami kesulitan cashflow. Puncaknya
adalah peristiwa meninggalnya adik Dera, setelah ditolak 10 Rumah Sakit
dengan alasan ketiadaan NICU dan tempat perawatan.
Ganjil-Genap dan Electronic Road Pricing (ERP)
Penanggulangan kemacetan dengan sistem Ganjil-Genap yang menjadi isu
utama pada Dec 2012 lalu, akhirnya tidak jalan. Protes berdatangan dari
mana-mana, termasuk dari Neta S. Pane/IPW, karena dianggap titipan ATPM
dan merugikan pengguna kendaraan.
Setelah Ganjil-genap batal, ERP diangkat. Apabila tahun lalu Ahok bilang
ERP rumit, sekarang ini menyimak pembicaraan Ahok, seolah-olah
pelaksanaan ERP itu gampang banget. Tinggal ditenderkan, pembayaran bisa
potong rekening, diintegrasikan dengan pembayaran tilang dan
perpanjangan STNK. Kalau mau tahu cara kerja sistem ERP itu, Ahok bilang
tak usah studi banding, tinggal tonton saja di Youtube. Apa benar
semudah itu ?
Tampaknya ERP ini – maaf – akan seperti kentut saja. Heboh sebentar
setelah itu hilang dibawa angin. Banyak sekali masalah ERP yang harus
dijawab : bagaimana memastikan setiap unit mobil yang masuk
Jakarta/kawasan ERP memasang dan mengaktifkan OBU (On Board Unit),
apabila Jakarta ini banyak titik masuknya, bukan pulau dengan akses
masuk terkontrol seperti Singapura. Bagaimana billing dan collection,
dan bagaimana enforcementnya…? Solusi sambil-lalu yang dijawab Ahok :
diskon 50% Biaya Balik Nama untuk pemasang OBU, auto debet ke rekening,
jelas bukan jawaban. Bagaimana dengan BPKB yang sudah atas nama yang
benar ? Berapa banyak yang bersedia untuk auto debet rekening ? Di
Jakarta ini, banyak pemilik dan pengguna kendaraan tidak sama dengan
nama di BPKB, siapa yang harus ditagih…?
Monorail
Seperti diketahui, konsorsium pemodal baru Ortus Group sudah masuk ke PT
Jakarta Monorail, tanda-tanda proyek ini akan diaktifkan lagi. Sampai
saat ini, Jokowi berkeras bahwa biaya tiket monorail harus sekitar Rp
8.000 dan Pemprov tidak akan subsidi, sementara kabarnya hasil
perhitungan investor ada di kisaran Rp 40.000. Selisih bukan sedikit,
tapi 5x lipat. Jokowi ibarat menawar dengan sistem Mangga Dua di Sogo
Dept Store, yang tidak akan ada titik temunya.
Rusun Marunda
Isu kosongnya rusun-rusun di Jakarta termasuk di Marunda yang acapkali
disebut ‘berhantu’ sudah lama diungkit oleh DPRD sejak tahun 2011.
Awalnya adem-adem saja dan tidak prioritas, tapi begitu Ahok mengalami
masalah saat menempatkan korban banjir Pluit di rusun Marunda,
tiba-tiba sang rusun jadi beken abis. Heboh sekali, sorotan media massa
nyaris setiap hari. Ada kepala rusun langsung dipecat, ada koboi
belitung dan ada pintu yang didobrak..pyar… Setelah dihadirkan segala
macam gratisan mulai dari angkutan, kasur, perabot, TV, kulkas sampai
pijit; kabarnya yang antri membludak. Mirip barisan di depan kasir
supermarket kalau lagi ada cuci gudang.
Apabila anda menyempatkan diri ke rusun Marunda, akan menjumpai 11 tower
tersebut masih banyak sekali yang kosong, menandakan ada masalah
substansial yang masih harus dibenahi. Bahkan menurut Kompas, ada
penghuni rusun yang sudah kabur membawa TV dan kulkas. Pelanggaran
jual-beli rusun yang disebut Ahok juga kemungkinan adalah proses/makelar
subkontrak, karena mencari penyewa serius yang komitmen tinggal
permanen dan membayar tidak mudah. Masa sih ada yang mau membeli rusun
yang sertifikatnya milik Pemda ?
Giant Sea Wall (GSW)
Baik Jokowi maupun Ahok sudah mengakui bahwa ini adalah proyek Foke,
maka basisnya adalah studi yang dilakukan Jakarta Coastal Defense
Strategy (JCDS). Dalam rilis JCDS, ada 3 opsi GSW, dan tampaknya yang
dipromosikan Ahok adalah opsi ke 3, yang di dalamnya termasuk reklamasi
3.000 hektar. Karena biaya yang tercantum di JCDS sebesar US$ 21Milliar
(setara Rp. 200 triliun ) digelembungkan Ahok menjadi Rp. 385 triliun,
menunjukkan ambisi Ahok melebihi Foke. Ambisi itu juga ditunjukkan
melalui keinginan untuk memajukan proyek ke tahun 2013 dari 2016 yang
direncanakan. Padahal opsi 3, menurut JCDS, perencanaan dan persiapannya
begitu kompleks, sehingga realisasinya antara 2020-2030.
Dalam rencana Foke, GSW dibiayai melalui pinjaman luar negeri, hibah,
partisipasi masyarakat melalui obligasi, APBD dan dunia usaha. Sementara
Ahok ingin 100% GSW itu dibiayai oleh investor, yang disebutnya
‘cukong’; dengan imbalan izin reklamasi di Pantura Jakarta berupa 17
pulau. Jika Foke masih punya etiket, malu menyebut reklamasi, urat malu
Ahok tampaknya sudah putus dengan tanpa ragu menyebut reklamasi sebagai
penyelamat.
Sekilas Ahok terlihat pintar, warga DKI bisa dapat GSW gratis. Tapi
apabila disimak lebih dalam, sebenarnya opsi Foke lebih aman sebab
melibatkan pihak luar negeri dan masyarakat, yang menuntut transparansi,
prospektus setebal bantal dan AMDAL yang jelas. Sementara Ahok
menyerahkan nasib pantura DKI ke tangan cukong. Apakah rakyat dan para
pengamat akan mendapatkan penjelasan maupun dapat mengawal reklamasi
dan efeknya terhadap hajat-hidup mereka ? Wallahualam. Paling juga terus
berjalan tanpa kendali seperti reklamasi yang sekarang ini, yang
disebut Departemen Lingkungan Hidup merupakan penyebab banjir di DKI dan
amblesnya tanah di Pantura.
Jika dipikirkan secara logika, akan didapat dari mana tanah dan pasir
untuk urukan 17 pulau itu ? Apabila disebut dari galian waduk dan sungai
di Jakarta, apa mungkin ? Coba lihat peta DKI di Perda RTRW 2010-2030,
berapa besar waduk, sungai, dan berapa besar rencana reklamasi…? Apakah
sebagian pulau Pulau Belitung mau dipindahkan untuk membangun 3.000
hektar plus ini ? Atau, apakah ini proyek heboh-hebohan yang hanya akan
berakhir senyap seperti yang lainnya …?
Ahok : Achilles Heel Jokowi
Setiap kali Ahok buka mulut di depan wartawan, nyaris tiap kali itu pula
menyinggung pihak lain. Memang di dunia ini ada orang yang merasa perlu
mengangkat diri dengan menjatuhkan/mempermalukan orang lain. Dulu kita
tak pernah dengar suara Wagub DKI, sekarang Wagub DKI sibuk tebar pesona
menyaingi bossnya.
Belum lama dilantik, dalam wawancara Gatra Oktober 2011 lalu, Ahok
mengatakan Pemprov (Ahok) harus jadi tuan di atas cukong. Entah apa yang
dipikirkan para cukong saat mendengarnya. Kalimat yang gagah sekali,
baik untuk pencitraan namun tak ada gunanya di hidup nyata. Sebab cukong
yang dimaksud, sudah jago berbisnis saat Ahok masih bercelana kodok.
Boro-boro Ahok mencabut izin cukong apabila menolak bangun GSW,
ternyata Ahok harus jual izin reklamasi 17 pulau untuk imbalan GSW
gratis. Belum apa-apa Ahok harus pasang badan bagi cukong untuk urusan
AMDAL. Tragis, Ahok akhirnya hanya jadi salesman cukong.
Sikap Ahok menantang debat soal AMDAL, apabila dilihat dari sejarah
panjang perseteruan Kementerian Lingkungan Hidup dan pengusaha soal
reklamasi, menyakitkan hati bagi Walhi dan para aktivis lingkungan.
PDI-P pasti ingat, Keputusan Menteri LH itu, dibuat pada zaman ibu
Megawati. Nabil Makarim adalah salah satu menteri kesayangannya.
Apabila Jokowi selalu berusaha membangun hubungan baik dan santun
terhadap berbagai pihak, semua itu dengan mudah dibuyarkan oleh Ahok.
Selain doyan memarahi anak buahnya, seperti mengancam memecat Lurah
apabila ada warga meninggal saat banjir, gara-gara meninggalnya seorang
kakek yang memang sudah sakit saat banjir di Kampung Pulo. Menghadapi
Kepsek yang mengingatkan bahwa pemotongan anggaran bisa menurunkan mutu
siswa, malah disergah, supaya siswa super wahid – ente butuh berapa
triliun…?
Ahok belum lama ini, tanggal 17 Feb di Tempo.co, sudah mulai lancang
menyebut atasannya ‘kurang galak’ sambil mengangkat diri dan nyalinya
yang berani memecat siapa saja, kapan saja, dan bahkan siap diPTUNkan.
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/17/083461907/Ahok-Nilai-Jokowi-Kurang-Galak
Pada saat banjir Pluit, ketika ditanya wartawan dimana keberadaannya
sejak 3 hari yang lalu, dengan seenaknya Ahok nyeletuk soal ‘pulang ke
Belitung’. Tidak puas dengan vendor pengelolaan sampah, malah keluarkan
ide asbun seperti menggaji 2000 pemulung Rp 2 juta per orang untuk
mengangkat sampah Jakarta. Karena asal bunyi, ya kini tak ada kabarnya
lagi.
Lebih dari sekali Ahok menyinggung kepolisian. Soal plat mobil,
misalnya, Ahok menginsinuasikan mengenai penjualan plat mobil DKI 2 ke
swasta, padahal menurut kabar plat tersebut sudah sejak lama dipegang
Foke. Untuk urusan ERP, yang jelas tidak akan berhasil tanpa kerja-sama
dari Polda Metro Jaya; Ahok mengeluarkan lecehan ‘prit jigo prit gocap’.
Tingkah laku negatif Kepolisian harusnya yang menegur adalah atasannya.
Ahok adalah kolega, pihak yang memerlukan kerja-sama. Apa jaminannya
cara komunikasi tersebut tidak membuat Ahok justru dialienasi sementara
banyak proyek Pemprov DKI yang perlu didukung kepolisian…?
Untuk urusan ERP itu pula, Ahok sempat-sempatnya menyentil soal ‘studi
banding’ – apakah ini yang dituju adalah DPRD…? Ahok bahkan
menggampangkan bahwa sistem tersebut cukup dilihat di Youtube !
Tanggal 19 Feb kemarin, saat sedang berbicara mengenai KJS di RS Husada,
Ahok bahkan menginsinuasikan ‘perut, otak dan dompet’ lebih penting
daripada ahlak. Meskipun ahlak bukan cuma soal agama, tapi juga
lingkungan, upbringing; Ahok nyasar kemana-mana soal semua pejabat yang
disebutnya munafik soal pelaporan harta kekayaan, soal agama dan politik
bahkan tak masalah dianggap kafir no. 1. Juga menegaskan negara ini tak
bisa dipimpin baik-baik, harus diajak berantem.
http://news.detik.com/read/2013/02/19/171037/2174270/10/di-depan-para-dokter-ahok-luapkan-kekesalan-soal-pejabat-munafik
http://news.liputan6.com/read/516624/kesampingkan-akhlak-pejabat-ahok-silakan-cap-saya-kafir-nomor-1
Peristiwa terakhir ini menunjukkan secara kasat mata beda antara Jokowi
dan Ahok. Apabila Jokowi adalah negosiator, fasilitator dan mengutamakan
komunikasi; semua itu rupanya dianggap ‘kurang galak’ oleh Ahok yang
siap berantem dengan siapa saja. Membangun kepercayaan itu tidak mudah,
Jokowi bekerja keras tidak sehari-dua, tapi panas setahun usaha Jokowi
bisa dihapus hujan sehari komentar tak sedap dari Ahok.
Duh, capenya jadi Jokowi.
Masih Banyak Waktu
Alangkah sedihnya apabila pemerintahan Jokowi berlalu tanpa greget.
Proyek-proyek pada GARING, nyaring bunyinya tapi tak ada yang berjalan
baik. Karena kurang perencanaan, kurang koordinasi, kurang dukungan.
Over-expose. Sedikit-sedikit diblow-up ke wartawan; padahal bicara pada
regulator, pengambil-keputusan dan pihak terkait juga belum. Peraturan
yang ada tidak dicek dulu apakah benturan atau tidak. Makin banyak
proyek diheboh-hebohkan, lalu tak terwujud, akan makin banyak muncul
kata GAGAL. Ini gagal itu gagal. Jokowi juga bisa gagal nyapres 2019.
Dua pemimpin asyik bicara, pasti akhirnya banyak keselip lidah. Nanti
dibuat sensasi oleh media, timbul blunder yang bikin bingung rakyat. Dua
pimpinan seperti dua kutub : yang satu hendak merangkul, yang satu
sibuk mengalienasi. Yang satu sibuk nyari teman, yang satu nyari musuh.
Yang satu mencari titik temu, yang satu ngajak berantem. Yang satu
santun, yang satu menyakitkan dalam bertutur. Don’t be cruel. Pemimpin
santun bukan berarti lemah, sopan bukan berarti tak tegas. Be kind.
Mumpung masih ada 4 tahun 8 bulan, sebaiknya Jokowi segera berbenah
diri. Jokowi perlu mengurangi 2 hal : 1. Kurangi blusukan, dan 2.
Kurangi bicara pada wartawan. Proyek-proyek dimatangkan dulu, kalau
perlu sosialisasi baru bicara pada wartawan.
Jokowi juga perlu menambah 2 hal : 1. Menambah waktu di kantor untuk
memimpin rapat dan membaca laporan, dan 2. Menambah pengawasan terhadap
Ahok, beri pendidikan budi pekerti. Ahok disuruh membaca kitab Raja-raja
China Zhu Yuan-Zhang atau Liu Bang : berantem saat perang, memimpin
dalam damai. Kolega dan anak buah bukan musuh, tak perlu bicara
seolah-olah tiap orang malas, maling, atau dua-duanya. Tak ada yang bisa
sukses dengan menciptakan musuh dimana-mana. Heran ya, Jokowi lebih
mengerti ‘guanxi’ ketimbang Ahok yang Tionghoa !
Sebaiknya satu orang saja yang bicara : Jokowi. Yang lain, hanya
pembantu Jokowi, jadi harap tahu tempatnya. Jujur, DKI masih perlu
pemimpin seperti Jokowi yang humble, jujur dan kerja untuk rakyat.
Seperti Jabar butuh Rieke & Teten. Semoga PATEN menang di Jabar,
sehingga koordinasi DKI-Jabar untuk mengatasi banjir, transportasi dan
hal-hal lainnya semakin lancar.
GTS 69
Jakarta, 21 Februari 2013Sumber : http://politik.kompasiana.com