Like us in Facebook

Featured Post 2

Jakarta : Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mencopot Walikota Jakarta Selatan, Anas Efendi dan dipindahtugaskan menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama (Ahok) pun punya alasan tersendiri kenapa Anas dipindahtugaskan.
Awalnya, Ahok tidak mau menjawab secara jelas alasan dirinya dan Jokowi mengganti Anas yang telah menjabat sebagai Walikota tidak lebih dari 1,5 tahun tersebut. "Alasannya, coba tanya Pak Sekda deh, dia yang lebih tahu," ujar Basuki di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (15/2/2013).
Dengan dirotasinya Anas sebagai Kepala Perpustakaan dan Arsip Daerah, maka jabatan Walikota akan diserahkan kepada wakil Walikota Jakarta Selatan yang mendampingi Anas selama ini yaitu Syamsudin Noor. Ahok pun berkelakar naiknya rotasi tersebut dilakukan lantaran Syamsudin yang berpostur tubuh kurus ini mirip dengan Jokowi.
"Saya enggak tahu, alasannya mungkin wakilnya lebih mirip Pak Jokowi kali. Coba lihat tampangnya Pak Anas dan pak Syamsudin, mana yang lebih mendekati potongan pak jokowi," ujar Ahok sambil tertawa.
Apakah dengan begitu, perawakan kurus seperti Jokowi akan menjadi syarat bagi pejabat baru yang akan di lantik? Ahok pun kembali menanggapi sambil berkelakar.

sumber : http://news.liputan6.com 
 Sekretaris Kota Adminitrasi Jakarta Selatan Usmayadi mengatakan, dimutasinya Walikota Jakarta Selatan, Anas Effendy menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah itu bisa dikatakan mendadak. Pasalnya, mutasi itu baru beritatahukan kepadanya pada Rabu (13/2/13) malam, sedangkan Kamis (14/2/13) Anas dilantik, meskipun Anas tidak menghadiri pelantikannya.
“Sebenarnya Rabu malam itu dia baru diberitahu, dia kaget karena mendadak. Beliau juga tidak tahu mau dimutasi,” kata Usmayadi dikantornya, Jumat (15/2/13).
Lebih lanjut Usmayadi menuturkan, saat ini belum ada penggantinya, karena harus menunggu kepastian dari Pemprov DKI Jakarta untuk mengisi jabatan ini. Tetapi, kita tetap bisa bekerja karena itu sudah sistem.
“Tentunya Pemprov akan menentukan calon pelaksana tugas atau pelaksana harian Walikota, entah itu dari provinsi. Biasanya dijabat asisten atau wakil. Meski jabatan Walikota tidak ada,” ujarnya.
Seperti diketahui, kemarin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melakukan mutasi terhadap beberapa pejabat di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Diantaranya adalah Walikota Jakarta Selatan Anas Effendi yang dimutasi menjadi Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah.
Siang kemarin seharusnya Anas dilantik untuk menempati pos barunya, namun ternyata yang bersangkutan mangkir dan tidak hadir pada saat upacara pelantikan.
Jokowi sendiri mengatakan, akan mengganti pejabat pemerintahan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang tidak mampu mengikuti pola kerja yang diterapkan mantan walikota Solo itu.
Gubernur DKI Jakarta Jokowi menolak jika alasan pemindahan Anas adalah karena kinerjanya dianggap buruk, tetapi dimutasi karena memang jabatan Kepala Perpustakaan dan Arsip Daerah memang sedang kosong sehingga walikota yang dilantik pada November tahun 2011 lalu itu ditugasi untuk mengisi posisi itu.
“Ya karena di perpustakaannya kosong. Kan yang di arsip sudah pensiun,” ujar Jokowi.@hermawan

sumber :http://www.lensaindonesia.com 
JAKARTA—Ketua Umum Forum Pemuda Betawi (FPB) Rachmat HS siap memelopori perubahan paradigma dalam Badan Musyawarah (Bamus) Betawi. Pimpinan ormas yang masih dalam naungan Bamus Betawi itu menegaskan bahwa saat ini diperlukan orang-orang muda visioner untuk menahkodai wadah berhimpunnya 100-an ormas kebetawian tersebut.
“Bamus Betawi harus jadi rumah besar warga Betawi. Bamus harus diisi orang-orang muda yang visioner dan trackrecordnya jelas. Kedepan bamus harus jadi tempat ide dan gagasan,” kata Rachmat HS usai diskusi panel dengan tema masyarakat Betawi bebenah, di gedung Juang, Jakpus kemarin.
Menurut Rachmat, pasca pilkada DKI lalu, semangat warga Betawi agak drop. Jadi perlu dirajut kembali semangatnya agar tetap eksis.
“Diskusi panel ini merupakan momentum membangun spirit moral kepada masyarakat betawi yg tergabung dalam Bamus Betawi. Apalagi, jelang Mubes Betawi 11 Januari mendatang, diskusi ini menjadi sangat penting. Ini ajang urun rembug dari tokoh-tokoh Betawi,” katanya.
Dikatakan, saat ini warga Betawi harus bangkit, semangatnya harus ditata ulang. “Harus digabungkan kembali menjadi satu kekuatan. Warga Betawi harus eksis di kampungnya sendiri. Eksistensi warga Betawi tidak boleh luntur, siapapun gubernurnya,” jelas Rahmat HS.
Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah tokoh betawi. Antara lain ketum Bamus Betawi Nachrowi Ramli, anggota DPRD DKI Zainuddin alias bang Oding, sesepuh Betawi Amarullah Asbah, Effendy Yusuf, Husein Sani, serta mantan Sekjen Bamus betawi Bachrullah Akbar.
“Hadirnya tokoh betawi dalam diskusi ini menunjukkan bahwa semua peduli terhadap betawi. FPB akan jadi pelopor dalam perubahan tersebut,” tegasnya.
Rachmat menegaskan dirinya hanya akan menjadi perekat bagi kemajuan dan kesejahteraan Bamus Betawi.
Nachrowi Ramli sendiri sangat mengapresiasi acara tersebut. “Kita ingin Bamus tidak tidur. Bamus tetap harus eksis. Karena siapapun gubernurnya, warga betawi merupakan penduduk inti kota Jakarta,” tegas pria pada pilkada lalu mencalonkan diri sebagai wagub bersama Fauzi Bowo sebagai gubernurnya.
sumber : http://www.harianterbit.com
Editor — Maghfur Ghazali

JAKARTA : Musyawarah Besar (Mubes) ke-6 Badan Musyawarah (Bamus) Betawi berkeinginan menjadi organisasi masyarakat (ormas) tingkat nasional. Alasannya, saat ini sebanyak 114 ormas Betawi sudah berkembang pesat di 20 provinsi, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Desember 2012.

Dalam Mubes Bamus Betawi yang dijadwalkan berlangsung di Asrama Haji Pondok Gede, 1-3 Maret 2013, itu dipastikan membahas dan menyetujui peningkatan struktur organisasi ini dari hanya tingkat Jabodetabek menjadi nasional.
Sementara itu, figur muda putra Betawi yang juga Ketua Forum Pemuda Betawi (FPB) Rahmad HS mendeklarasikan diri siap mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Bamus Betawi periode 2013-2017.
Rahmad HS mengklaim telah didukung 31 dari 82 ormas Betawi yang memiliki suara untuk memilih ketua umum. "Saya optimis dukungan ini riil, dan akan terus bertambah, sehingga dalam pemilihan, saya menang aklamasi," ujar Rahmad HS.
Ia bertekad memimpin Bamus Betawi menjadi organisasi induk dari semua organisasi kebetawian dan rumah besar bagi orang Betawi dalam berurun rembuk mengeluarkan gagasan yang cemerlang dan bisa diaplikasikan dalam program organisasi.
Ia telah mempersiapkan diri lima tahun lalu, dan mendapat restu dari Ketua Umum Bamus Betawi Mayjen TNI (Purn) Nachrowi Ramli, yang menyatakan diri minta izin tidak mencalonkan lagi menjadi ketua umum.
Menurut Ketua Pelaksana atau Organizing Committee (OC) Mubes ke-6 Bamus Betawi H Arsani didampingi Wakil Ketua Zamakh Sari, Mubes Betawi sedianya dilaksanakan 16-17 Februari 2013. Namun, karena mempertimbangkan kesiapan OC, kesiapan teknis, maka diundur.
"Pengunduran ini untuk lebih memberi kesempatan baik kepada OC mempersiapkan secara lebih maksimal dan terselenggaranya Mubes Bamus Betawi," kata Arsani.


Zamakh Sari menambahkan, pada Kamis (14/2) malam, dalam acara peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW di kediaman Mayjen TNI (Purn) Nachrowi Ramli, yang didampingi keluarganya, menyatakan bahwa sebagai ketua umum telah menyiapkan kader yang siap melanjutkan estafet kepemimpinan sebagai ketua umum Bamus Betawi. (Yon Parjiyono)

sumber :  http://www.suarakarya-online.com
TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. “Saya lari ke atas,” kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April 2010 lalu. “Anak buah saya berkumpul di lantai tiga.”
Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semarang, Parung, Ciputat, dan Pamulang.
Wafat pada akhir 2008, Baharudin meninggalkan banyak warisan buat keluarganya, antara lain aset delapan koperasi berbadan hukum, yang cabangnya tersebar di sejumlah kota. Pengadilan Agama Jakarta Timur pun menetapkan istri dan empat anak Baharudin sebagai ahli waris. Konflik keluarga berawal ketika Masthahari, adik Baharudin, menuntut hak waris.
Masthahari menyewa jasa pengamanan dari Umar Kei, 33 tahun, pemuda dari Kei, Maluku. Tak mau kalah, Burhanuddin meminta pengawalan Alfredo Monteiro dan Logo Vallenberg dari kelompok Timor. Di lapangan, merekalah yang berhadapan.
Serangan itu datang pagi-pagi. Lima orang datang ke kantor Koperasi Bosar Jaya. “Kami dari Koperasi Mekar Jaya ingin mengambil alih kantor,” kata Jamal, seorang penyerang. Tak lama kemudian datang Umar Kei, yang meminta Logo dan kelompoknya meninggalkan kantor. Ditolak, Umar memanggil anak buahnya yang datang dengan enam mobil. Menurut Logo, mereka bersenjata golok dan pedang samurai. Umar memerintahkan anak buahnya menyerang.Para penyerang menyabet Logo. “Anak buah saya tak bersenjata,” kata Logo. Bentrokan tak berlanjut karena petugas kompleks pertokoan itu telah datang. Belakangan Logo tahu, Umar bekerja dengan bendera Lembaga Bantuan Hukum Laskar Merah Putih. “Mereka mengatasnamakan koperasi simpan-pinjam Mekar Jaya,” katanya.
Umar mengatakan, dia datang untuk mengajak berunding. Ia meminta Logo dan teman-temannya meninggalkan kantor karena sengketa keluarga itu ditangani pengadilan. Sebelum menghadapi Logo, Umar mengatakan bahwa gengnya sudah lebih dulu berhadapan dengan anggota Brimob, kelompok Banten, Forum Betawi Rempug, dan kelompok Ongen Sangaji yang disewa Burhanuddin Harahap. “Mereka mundur menghadapi kelompok saya,” katanya.Sengketa hak waris pun menjadi pertikaian berdarah.Kelompok Umar Kei dan kelompok Alfredo-Logo terhubung dalam usaha jasa pengamanan. Di ceruk “bisnis kekerasan” ini, ada pemain lain semacam Kembang Latar pimpinan Bahyudin, Petir di bawah komando Alo Maumere, Forum Betawi Rempug yang dipimpin Lutfi Hakim, Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten pimpinan Dudung Sugriwa, dan Pemuda Pancasila.
“Subsektor” bisnis ini merentang dari penagihan utang, jasa penjagaan lahan sengketa, pengelolaan jasa parkir, sampai pengamanan tempat hiburan dan perkantoran di Ibu Kota. Usaha pengamanan kantor antara lain dipilih Abraham Lunggana alias Lulung, 50 tahun. Mendirikan perusahaan PT Putraja Perkasa pada awal 2000, ia masuk jasa pengelolaan parkir dan pengamanan. Putraja memiliki anak perusahaan, PT Sacom. Abraham mengklaim mempekerjakan sekitar 4.000 orang. “Dulu sempat lebih besar dari itu,” kata dia.
Anak buah Lulung menangani pengamanan Blok F, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, tempat para pedagang kelontong. Ia mengambil alih “kekuasaan” yang sebelumnya dipegang oleh seorang jawara bernama Muhammad Yusuf Muhi alias Bang Ucu Kambing, 62 tahun. Ucu dulu menyingkirkan penguasa sebelumnya, Rosario Marshal alias Hercules, seorang pemuda asal Timor Timur. Perusahaan Lulung juga mengelola perparkiran di sejumlah kantor, termasuk Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan (lihat “Pemburu Utang, Penjaga Parkir”).
Persaingan antar kelompok sering sangat keras dan bisa diakhiri dengan pertumpahan darah. Akhir September lalu, dua kelompok berhadapan di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera. Mereka menghadiri sidang bentrok berdarah, yang melibatkan sejumlah pemuda Kei dengan penjaga keamanan Blowfish Kitchen and Bar, Gedung Menara Mulia, Jakarta Selatan. (lihat “Dari Blowfish ke Ampera”).
Menurut Agrafinus Rumatora, 42 tahun, dari kelompok Kei, penjaga keamanan Blowfish dipegang kelompok Flores Ende pimpinan Thalib Makarim. Perkelahian pada April lalu itu menewaskan dua pemuda Kei, yakni Yoppie Ingrat Tubun dan M. Soleh. Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghadirkan terdakwa pelaku pembunuhan dua orang itu. Ternyata sidang ini menyulut pertikaian lebih besar. Tiga orang dari kelompok Kei tewas, puluhan lainnya luka-luka. Seorang sopir bus pengangkut kelompok ini menjadi korban.Daud Kei, Wakil Ketua Angkatan Muda Kei (AMKei), menganggap pertikaian dua kelompok itu lebih besar. Daud, 38 tahun, tangan kanan John Kei, ketua organisasi itu, mengatakan, “Ini bukan antara Kei dan Flores, tapi antara Maluku dan Flores Ende. Jangan salah tulis,” katanya.
Setelah bentrokan di Ampera, Alfredo Monteiro dan Logo diperiksa polisi. Alfredo mengatakan bahwa polisi menduga ia dan Logo berkaitan dengan Thalib Makarim. Logo memang pernah bekerja untuk Thalib. “Cuma dua bulan,” katanya. Polisi lalu menangkap enam tersangka, semuanya dari kelompok Flores Ende. “Bagaimana mungkin tidak ada tersangka satu pun dari mereka (kelompok Kei)?” kata Zakaria “Sabon” Kleden, 66 tahun, tokoh yang sangat dihormati di kalangan kelompok etnis.
Peralihan penguasa bisnis jagoan di Ibu Kota bukanlah suksesi yang mulus. Pada 1990-an, area ini dikuasai Hercules. Ia semula pemuda Timor yang direkrut Komando Pasukan Khusus, atau Kopassus, pada saat proses integrasi wilayah itu ke Indonesia. Terluka dalam kecelakaan helikopter, ia dibawa Gatot Purwanto, perwira pasukan yang dipecat dengan pangkat kolonel setelah insiden Santa Cruz, ke Jakarta.


Hercules menetap di Jakarta, dan segera merajai dunia para jagoan. Ia menguasai Tanah Abang. Namanya pun selalu dekat dengan kekerasan. Kekuasaan tak abadi. Pada 1996, ia tak mampu mempertahankan kekuasaannya di pasar terbesar se-Asia Tenggara itu. Kelompoknya dikalahkan dalam pertikaian dengan kelompok Betawi pimpinan Bang Ucu Kambing, kini 64 tahun.
Sejak itu ia tak lagi berkuasa. Tapi namanya telanjur menjadi ikon. Seorang perwira polisi mengatakan, setiap pergantian kepala kepolisian, Hercules selalu dijadikan “sasaran utama pemberantasan preman”.
Pada masa kejayaan Hercules, ada Yorrys Raweyai. Pada awal 1980-an, ia bekerja menjadi penagih utang. Kekuatan pemuda asal Papua ini ditopang Pemuda Pancasila, organisasi yang mayoritas anggotanya anak-anak tentara. Dia menjadi ketua umum organisasi itu pada 2000 dan melompatkan kariernya di politik. Dia kini anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar.
Pemuda Pancasila juga menjual jasa pengamanan lahan, penagihan, dan penjaga keamanan. Ordernya diterima dari perusahaan resmi yang memiliki jaringan dengan Pemuda Pancasila. “Habis, mau kerja apa, mereka tidak punya ijazah,” Yorrys menunjuk anggota kelompoknya. Soal cap preman, dia berkomentar enteng, “Saya anggap koreksi saja.”
Pada generasi yang sama, Lulung, bekas preman Tanah Abang, kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Partai Persatuan Pembangunan. Usahanya dimulai dari pengumpul sampah kardus bekas hingga barang bekas. “Karier”-nya mencorong ketika kemudian bermain dalam usaha pengamanan Tanah Abang.
Untuk melestarikan kekuatan, Lulung memilih jalur resmi. Ia mendirikan PT Putraja Perkasa, lalu PT Tujuh Fajar Gemilang, dan PT Satu Komando Nusantara. Perusahaan ini disesuaikan dengan “kompetensi inti” Lulung: jasa keamanan, perparkiran, penagihan utang. “Kami masuk lewat tender resmi,” ujarnya.Pada 1996, ketika Hercules berhadapan dengan Bang Ucu, Lulung memilih “berkolaborasi” dengan kelompok Timor. Alhasil, ia dikejar-kejar teman-temannya di Betawi. Bang Ucu menyelamatkannya. Itu sebabnya, kini Lulung rajin menyetor dana ke Ucu.
Dari Nusa Tenggara Timur ada nama Zakaria “Sabon” Kleden. Mendarat di Betawi pada 1961, Zaka-begitu dia disapa-mengatakan menjadi preman pertama asal daerahnya. “Dulu istilahnya geng. Ada geng Berland, Santana, dan Legos,”
Riwayat Zaka tak kalah berdarah. Ia mengaku sempat memutilasi korbannya. Ia juga mengatakan telah menembak mati beberapa orang. “Saya membela harga diri saya,” ujarnya. Tapi ia mengatakan tak pernah dinyatakan bersalah. “Saya sering ditahan, tapi tidak pernah dihukum penjara,” kata pria yang sangat dihormati kelompok preman terutama dari daerah Nusa Tenggara Timur itu. Tiga tahun lalu, Zaka menjalankan bisnis sekuriti, PT Sagas Putra Bangsa.
Dari eranya, Zaka menyebutkan nama ketua geng seperti Chris Berland, Ongky Pieter, Patrick Mustamu dari Ambon, Matt Sanger dari Manado, Jonni Sembiring dari Sumatera, Pak Ukar dan Rozali dari Banten, Effendi Talo dari Makassar. “Komunikasi di antara kami baik, maka jarang bentrok berdarah,” tuturnya.
Pada awal 2000, muncul Basri Sangaji. Tapi dia terbunuh dalam penyerangan berdarah di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan. “Bisnis”-nya diteruskan anggota keluarga Sangaji: Jamal dan Ongen. Ongen kini mantap dengan karier politiknya, menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Hanura Jakarta. “Target saya ketua Dewan Pimpinan Pusat,” ujarnya.
Menjelang 1980-an kelompok-kelompok preman etnis juga membentuk organisasi massa. Dimulai dari Prems-kependekan dari Preman Sadar-pimpinan Edo Mempor. Tetap saja, bisnis mereka penagihan, perpakiran, dan jaga tanah sengketa. “Ini awal mulanya preman berbalut ormas,” kata seorang mantan serdadu yang kini jadi preman.
Kelompok itu berdiri hingga kini. Ada Angkatan Muda Kei, Kembang Latar, Petir, Forum Betawi Rempug, Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten, juga Angkatan Muda Kei.
Setelah bentrok berdarah di Ampera, nama Thalib Makarim muncul ke permukaan. Para pesaingnya menyebut dia menyediakan pengamanan klub hiburan malam, seperti Blowfish, DragonFly, X2, dan Vertigo. Thalib resminya seorang pengacara. Dia pernah mendampingi artis kakak-adik Zaskia Adya Mecca dan Tasya Nur Medina, yang diculik oleh Novan Andre Paul Neloe. Ia juga menjadi anggota tim pengacara pengusaha Tomy Winata, ketika menggugat majalah Tempo pada 2005.
Thalib tercatat bekerja untuk kantor pengacara Victor B. Laiskodat & Associates di Melawai, Jakarta Selatan. Tapi, ketika Tempo mendatangi kantor ini, ia tak lagi bekerja di sana. “Lima tahun lalu sudah keluar,” kata Mie Gebu, staf kantor ini. Beberapa orang yang berjanji bisa menghubungkan dia dengan Tempo juga gagal menemukannya. Ia juga tak pernah memenuhi panggilan polisi, yang menangani kasus Ampera.
Sumber Tempo di kalangan preman menyebutkan, Thalib merupakan pengganti Basri Sangaji. Ia menguasai tempat-tempat hiburan elite di Jakarta Selatan. “Termasuk lingkungan pasar Blok M-Melawai,” katanya.
Adapun kelompok John Kei, menurut salah satu pentolannya, Agrafinus, berfokus pada jasa penagihan dan pengacara. Kelompok ini tidak masuk ke bisnis pengamanan tempat hiburan, perparkiran, ataupun pembebasan tanah. “Level kami bukan kelas recehan seperti itu,” katanya. Sebab itulah, Daud Kei membantah tuduhan pertikaian di Blowfish dan Ampera dilatari perebutan lahan bisnis. “Kami etnis Maluku tidak ada bisnis penjagaan tempat hiburan,” dia menegaskan.
Namun, menurut seorang preman senior, pertikaian antarkelompok separah itu umumnya karena berebut suplai atau meminta jatah. Sebab, perputaran uang di tempat-tempat dugem (dunia gemerlap) itu luar biasa besar. “Bayangin aja, dari suplai tisu, snack, minuman, sampai narkoba ada,” tuturnya.
Berbeda dengan John Kei, Umar Kei meluaskan bisnisnya ke pembebasan tanah, termasuk penjagaannya. Di lahan ini juga bermain Forum Betawi Rempug dan Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten. Adapun perparkiran umumnya dipegang ormas lokal Betawi atau Banten, contohnya Haji Lulung.
Dari semua bisnis yang dilakoni kelompok etnis itu, penghasilan terbesar ada di proyek pembebasan tanah. “Nilainya setara dengan uang jajan setahun,” katanya. Mereka biasa menyebut penghasilan ini sebagai “jatah preman”, yang dipelesetkan menjadi “jatah reman”. Di tingkat kedua, penjagaan tempat hiburan malam. Kali ini jatahnya dipakai untuk “uang jajan sebulan”. Sedangkan bisnis perpakiran menghasilkan jatah reman berupa “uang jajan harian”.
Tak mengherankan bila dunia para jagoan ini sering diwarnai pertikaian, bahkan sampai berdarah-darah
Sejarah ‘Organisasi Masyarakat’
Masa Orde Baru:
Tumbuh organisasi pemuda, seperti Pemuda Pancasila, Pemuda Panca Marga, Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia, Yayasan Bina Kemanusiaan, dan belakangan organisasi Kembang Latar. Selain berbendera organisasi kepemudaan, ada kelompok informal yang sangat populer, seperti Siliwangi, Berland, Santana, dan Legos. Kelompok ini menjalankan usaha keamanan tempat hiburan serta sengketa lahan dan tempat parkir wilayah JakartaSelatan.
Pasca Orde Baru :
*1998
Warga Betawi Tanah Abang mendirikan Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang dan memilih jawara Tanah Abang, Muhammad Yusuf Muhi alias Bang Ucu Kambing, sebagai ketua umum hingga sekarang.
FPI didirikan oleh Muhammad Rizieq bin Husein Syihab di Jalan Petamburan III Nomor 83,JakartaPusat. Beberapa jenderal TNI dan Polri mendukung pendirian FPI, di antaranya mantan Kepala Polda Metro Jaya Komisaris Jenderal Nugroho Jayusman.
* 2000
Angkatan Muda Kei (AmKei) didirikan oleh keluarga Kei dengan ketua John Refra atau John Kei. Organisasi terbentuk pascakerusuhan Tual, Maluku, pada Maret 1999. Kelompok ini mengklaim memiliki 12 ribu pengikut.
Kelompok Laskar Merah Putih pimpinan Eddy Hartawan (almarhum). Kelompok pemuda ini pernah menjadi tenaga pengawal mendampingi Manohara Odelia Pinot.
* 2001
Forkabi dideklarasikan di Kramat Sentiong,Jakarta Pusat. FBR didirikan oleh KH Fadloli el-Muhir (almarhum) dengan jumlah pengikut saat pendirian 400 ribu oranh.
Jejak Berdarah Ormas
29 September 2010
Bentrokan antara kelompok Maluku (Kei) dan Flores (Thalib Makarim) ketika sidang kasus Blowfish di Jalan Ampera, di depan Pengadilan NegeriJakartaSelatan. Korban tewas dari kelompok Maluku: Frederik Philo Let Let, 29 tahun, Agustinus Tomas (49), dan seorang sopir Kopaja Syaifudin (48).
31 Juli 2010
Bentrokan Forum Betawi Rempug (FBR) dengan Pemuda Pancasila, Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), dan Komunikasi Masyarakat Membangun Lapisan Terbawah (Kembang Latar) di Rempoa, Ciputat.
30 Mei 2010
Bentrokan antara massa Forkabi dan warga Madura di Duri Kosambi, Cengkareng. Ketua Forkabi Cipondoh Endid Mawardi tewas dibacok.
12 April 2010
Koordinator keamanan Koperasi Bosar Jaya, Logo Vallenberg, dikeroyok kelompok Umar Kei. Penyebabnya sengketa warisan antarkeluarga pemilik koperasi.
4 April 2010
Bentrokan di Klub Blowfish, Wisma Mulia Jakarta, menewaskan dua orang dari kelompok Kei, M. Sholeh dan Yoppie Ingrat Tubun. Klub Blowfish dijaga kelompok Flores Ende pimpinan Tha-lib Makarim.
14 Desember 2009
Mantan karyawan PT Maritim Timur Jaya, Susandi alias Aan, dipukul dan ditendang di bagian kepala dan dada oleh Viktor Laiskodat, pemimpin Artha Graha Group.
11 Agustus 2008
John Kei, pemuda Ambon, ditangkap Densus Antiteror 88 Kepolisian Daerah Maluku di Desa Ohoijang, Kota Tual. Dia diduga kuat terlibat penganiayaan terhadap dua warga Tual, Charles Refra dan Remi Refra, yang menyebabkan jari kedua pemuda itu putus.
1 Juni 2008
Bentrokan Front Pembela Islam (FPI) dan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Markas Besar Kepolisian RI menetapkan lima anggota FPI sebagai tersangka dalam pengeroyok-an dan pemukulan terhadap anggota Aliansi.
27 April 2006
Ratusan anggota FBR mendatangi rumah artis Inul Daratista, menuntut Inul meminta maaf atas tindakannya menggelar demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi di Hotel Indonesia.
3 Februari 2006
Massa FPI mengamuk di depan kantor Kedutaan Besar Denmark, Menara Rajawali, terkait dengan pemuatan kartun Nabi Muhammad SAW di koran Denmark, Jyllands-Posten.
19 Desember 2005
Hercules bersama 17 anak buahnya menyerang kantor Indopos, JakartaBarat, karena keberatan atas artikel berjudul ?eformasi Preman Tanah Abang, Hercules Kini Jadi Santun”. Dia divonis hukuman penjara 2 bulan.
18 Juni 2005
Kelompok Maluku mengamuk dan merusak kantor pemasaran Perumahan Taman Permata Buana,JakartaBarat. Mereka mengaku mewakili Aminah binti Ilyas, pemilik tanah yang sedang bersengketa dengan pengembang.
8 Juni 2005
Keributan antara kelompok Basri Sangaji dan John Kei saat sidang kasus pemukulan di Diskotek Stadium,JakartaBarat. Kakak kandung John Kei, Walterus Refra Kei alias Semmy Kei, terbunuh di lahan parkir Pengadilan NegeriJakartaBarat. Tindakan ini merupakan balas dendam atas pembunuhan Basri Sangaji dan bentrokan di Diskotek Stadium.
29 Mei 2005
Persatuan Pendekar Banten bentrok dengan Forkabi. Jahuri, 44 tahun, warga Cilampang, Banten, tewas, ditemukan di Gedung Serbaguna Perumahan Permata Buana. Bentrokan dipicu sengketa tanah.
1 Maret 2005
Ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, dan celurit berhadapan di Jalan Ampera,JakartaSelatan, di depan Pengadilan NegeriJakartaSelatan, ketika sidang pembunuhan Basri Sangaji.
16 Februari 2005
Bentrokan antara petugas Tramtib DKI dan kelompok Hercules yang menjaga lahan kosong di Jalan H.R. Rasuna Said Blok 10-I Kaveling 5-7,JakartaSelatan. Adik Hercules, Albert Nego Kaseh alias John Albert, mati tertembak senjata Kasi Operasi Satpol Pamong Praja DKIJakarta, Chrisman Siregar.
12 Oktober 2004
Basri Sangaji tewas diserang sepuluh preman dari kelompok John Kei di kamar 301 Hotel Kebayoran Inn,JakartaSelatan.
2 Maret 2004
Bentrokan antara kelompok Basri Sangaji dan John Kei di Diskotek Stadium di kawasan Taman Sari,JakartaBarat. Saat itu kelompok Basri menjaga diskotek dan diserang puluhan orang Kei. Dua penjaga keamanan dari kelompok Basri tewas.
7 Mei 2003
Bentrokan kubu Hercules dan Basri Sangaji di Kemang,JakartaSelatan. Pertikaian menyebabkan Samsi Tuasah tewas akibat luka tembak di paha dan dada.
8 Maret 2003
David A. Miauw dan rekan, anak buah Tomy Winata, menye-rang dan melakukan pemukulan terhadap tiga wartawan majalah Tempo. Tomy berkeberatan atas artikel Tempo edisi Senin, 3 Maret 2003, berjudul “Ada Tomy di Tenabang?” Kasus ini dibawa ke pengadilan.
28 Maret 2002
Tujuh anggota FBR menganiaya anggota Urban Poor Consortium pimpinan Wardah Hafidz di kantor Komnas HAM, Menteng.
12 Desember 1998 dan 15 Januari 1999
Kerusuhan antara kelompok Ambon muslim dan Kristen dipicu peristiwa Ketapang. Kerusuhan Ambon ditengarai akibat provokasi beberapa kelompok preman.
22-23 November 1998
Kerusuhan antara Ambon Muslim dan Kristen di daerah Ketapang,JakartaPusat. Baku hantam dipicu terbunuhnya empat pemuda muslim pada kerusuhan Semanggi, menjelang Sidang Istimewa MPR.
29 Mei 1997
Dedy Hamdun, tokoh ormas asal Ambon diculik lalu hilang hingga kini. Suami artis Eva Arnaz ini bekerja membebaskan tanah bagi bisnis properti Ibnu Hartomo, adik ipar bekas presiden Soeharto. Sebelum hilang, Dedy aktif mendukung Partai Persatuan Pembangunan.
1996
Perang antara kelompok Betawi dan Timor pimpinan Hercules. Kelompok Timor hengkang dari Tanah Abang.

sumber : http://yoszuaccalytt.blogdetik.com
Dalam buku Babad Tanah Betawi, Ridwan Saidi sang penulis buku tersebut, “mengklaim” bahwa nenek moyang orang Betawi adalah Aki Tirem atau  Sang Aki Luhur Mulya, seorang penghulu kampung yang  tinggal di pinggiran Kali Tirem, Warakas, Tanjung Priuk.
Aki Tirem sebagaimana yang tercatat dalam Naskah Pangeran Wangsakerta dalam Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara, Parwa 1, Sarga 1, adalah putera Ki Srengga, Ki Srengga Putera Nyai Sariti Warawiri, Nyai Sariti Warawiri puteri Sang Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel putera Aki Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Jawa Barat sebelah Barat, Aki Dungkul putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer Putera Datuk Pawang Marga, Datuk Pawang Marga putera Ki Bagang yang berdiam
di swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda, ia berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana sebelah barat.
Setelah menikahkan anaknya Pohaci Larasati dengan sorang pangeran pelarian dari India yang berilmu tinggi, Dewawarman, maka keturunan Aki tirem inilah yang oleh Ridwan Saidi disebut sebagai manusia proto betawi. dan terus berkembang sampai sekarang sebagai etnis yang mendiami wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Menurut perkiraan saat ini, orang Betawi yang ada di Jakarta itu ada sekitar 27 persen atau 2.310.587 jiwa. Jumlah ini artinya etnis Betawi menjadi etnis terbanyak kedua setelah etnis Jawa yang sekitar 33 persen. Warga pribumi Jakarta ini hidup terpencar-pencar di lima wali kota. Lalu etnis Betawi yang hidup di Bekasi, Tangerang, dan Depok mencapai angka 2.340.000-an jiwa.
Betawi sebagai etnis sudah ada sejak lama, secara tertulis sebutan orang Betawi pertama kali terdapat dalam dokumen 1644 berupa testament Nyai Inqua, janda Tuan Tanah Souw Beng Kong, Kapiten Tionghoa pertama ditanah Betawi. Tetapi sebagai satuan sosial dan politik, etnis Betawi baru muncul ketika Mohamad Husni Thamrin mendirikan organisasi kemasarakatan Perkoempoelan Kaoem Betawi.  Di saat itu mungkin baru kaum terpelajar dan segelintir saja orang Betawi, yang sadar sebagai suatu golongan etnis yang akan berperan dalam panggung sosial politik.

Ormas Betawi Dan Kekerasan
Organisasi kemasyarakatan adalah salah satu wadah warga, rakyat, masyarakat untuk berekspresi, mengapresiasikan pikirannya ditengah masyarakat bangsa, negara. Dengan wadah ini mereka bebas mengemukakan ide-idenya, melampiaskan isi hatinya serta sadar memperjuangkan hak-hak sipilnya. Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang baik dan benar.
Ormas itu kepentingannya  lebih sempit, dalam arti hanya mempunyai satu dua kepentingan saja. Lingkup perjuangan ormas dan ideologinya itu juga lebih sempit, ide-idenya lebih terfokus pada beberapa kepentingan. Meskipun lingkup ormas itu lebih sempit tapi mempunyai kemungkinan sasaran  dan saluran lebih banyak. Ormas itu akan terus menekan pada pemerintah,  pada partai, pada semua golongan apa saja yang bisa melayani kepentingan  yang diperjuangkan oleh ormas itu.
Orang Betawi sendiri, sebagai tuan rumah yang makin tersisih di tengah keragaman etnik di ibu kota, mencoba berhimpun untuk mengangkat eksistensinya. Kini mereka tumbuh sebagai sebuah presure group dalam beberapa organisasi kemasyarakatan. Ada yang lewat Forum Betawi Rempug (FBR), Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI), Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang (IKBT), Persatuan warga Betawi (PERWABI), Persatuan Masyarakat Betawi(PMB), Persatuan Orang Betawi (POB) dan masih banyak lagi.
Tentunya tidak semua ormas betawi menggunakan “otot” sebagai garis hidup organisasinya, Sebagai induk organisasi legal, ormas-ormas betawi tersebut bernaung dibawah payung Bamus Betawi yang sampai saat ini membawahi 76 organisasi Betawi,  yang bergerak di bidang yayasan sosial, ormas, dan profesi, seperti guru dan dokter,” sebagai mana dikatakan sekjen Bamus Betawi, Bahrullah Akbar, pada sebuah harian ibukota beberapa waktu yang lalu.
Kekuatiran memang sering muncul kalau ada ormas yang basisnya adalah ikatan primordial terutama suku. Misalnya, ormas yang berbasis massa betawi seperti FBR, FORKABI, PMB, POB dan lainnya, ormas Banten seperti Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI), Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar Banten (BPPKB), Kelompok Jhon Kei, yang merupakan himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei, Maluku, Kelompok Hercules asal Timor-timur, Kelompok Madura dan sebagainya. Kekuatirannya adalah masyarakat justru akan terpecah belah menurut garis-garis primordial.
Dan ribetnya lagi semua ormas berbasis suku tersebut tumplek-blek ditempat yang sama, Jakarta.  Sebagai Ibu Kota negara, Jakarta memang menjadi impian orang manapun di negeri ini, makanya tak heran setiap tahun, bulan, minggu, hari para pendatang baru terus berbondong-bondong membanjiri Jakarta, sehingga memunculkan kemiskinan dan pengangguran baru. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab utama lahirnya premanisme dan “penyakit masyarakat” lainnya. Apalagi kini angka pengangguran terus meningkat. maraknya premanisme lebih disebabkan oleh kemiskinan mental dan kemiskinan natural, dalam arti tidak mempunyai materi. Pelaku premanisme umumnya orang yang tidak mengenyam pendidikan. Selain itu, mereka berasal dari keluarga yang
biasanya miskin.
Pasca lengsernya Orde Baru, bangsa Indonesia dihadapkan pada realitas sosial politik yang benar-benar tidak menguntungkan dan jauh dari kondusif. Jika selama Orde Baru, aparat negara sering terlibat kekerasan sosial dan politik. Maka di era reformasi ini, aksi-aksi kekerasan diambil alih oleh ormas-ormas sektarian. Ormas-ormas ini ada yang mengusung suku maupun agama, namun hakekatnya tetap sama kental dengan brutalisme dan anti demokrasi.

Tak terkecuali ormas Betawi
Kita pasti belum lupa keributan massa betawi dari FORKABI dengan massa Banten di perumahan permata buana Jakarta barat. Yang mengakibatkan tewasnya satu orang darikelompok banten. Lalu kita tentu masih ingat tewasnya Aji mustofa, salah seorang pentolan FBR di rusun Pulo Mas karena “duel” dengan sekelompok pemuda asal Maluku.     Dan yang mungkin menjadi semacam “magnum opus” dari serangkaian peristiwa itu adalah, penyerbuan massa FBR terhadap massa Urban Poor Consortium (UPC) yang tengah berunjuk rasa di halaman depan Komnas HAM, 28 Maret 2002.
Bagi sebagian besar warga Jakarta, nama Forum Betawi Rempug atau FBR yang dikomandani Fadholi El Muhir, sudah sangat familiar. Awalnya pembentukan FBR bertujuan ingin mengembalikan kalangan terpinggirkan, ke jalan yang benar dengan pendekatan agama. Tujuan akhirnya tentu saja untuk mengangkat harkat warga betawi. Namun apa lacur. Dalam beberapa tahun terakhir ini, mereka malah sering terlibat dalam beberapa peristiwa yang memancing emosi massa di Jakarta. Bahkan sentimen primordialisme mereka semakin terbakar, tatkala mereka harus berhadapan dengan etnis lain untuk mempertahankan eksistensinya.
Bukan hanya ini. Tak jarang mereka dikaitkan dengan bisnis dukung mendukung pejabat tertentu atau bisnis mobilisasi dukungan dengan afiliasi ke partai politik tertentu.
Hal inilah yang menjadi kerisauan Bahrullah Akbar, Dengan tegas dikatakannya, organisasinya tidak setuju dan tidak mendukung gerakan ormas yang memakai nama Betawi untuk kepentingan kelompoknya tanpa pedulikan citra Betawi. “Untuk itu, kami akan langsung turun ke lapangan, melakukan musyawarah dan komunikasi dengan pimpinan serta massa organisasi itu agar tidak merusak citra dan nama Betawi,”
“Bamus bertugas mengawasi dan membina komunikasi kepada pimpinan kelompok itu agar jangan terpengaruh dengan kondisi yang ingin memecah belah persatuan Betawi. Jangan sembarangan merusak citra Betawi,” katanya, seperti yang dimuat dalam sebuah harian ibu kota beberapa waktu lalu.Kekhawatirannya memang wajar, sebab cukup banyak organisasi massa memakai nama Betawi, namun aksi dan perilakunya lebih mirip preman yang kini lagi diperangi Polda Metro Jaya. Sebab, pernyataan soal perang versus preman itu, sebetulnya juga reaksi karena makin muncul gerakan massa yang tidak terpuji, memakai nama etnis dan kelompok agama. Meskipun terkadang,  sepak terjang ORMAS sangat mempengaruhi
situasi di daerah, terutama dalam bidang politik, ekonomi dan social lainnya, bahkan menggeser kedudukan Parpol dalam merespon kepentingan masyarakat.
Masalah kekerasan ormas ini reaksi masyarakat-pun bermacam-macam, ada yang menuntut pemerintah bertindak tegas terhadap ormas yang melakukan kekerasan. Karena dalam kasus kekerasan apapun alasannya tidak dapat dibenarkan, karena nyata-nyata aksi-aksi penghancuran dan penganiayaan secara sistematis dan terorganisir jelas melanggar HAM. Masyarakat juga merasa sudah sepatutnya DPR mengusulkan amandemen atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas.Masyarakat juga sudah mafhum dalam UU Ormas, masalah pembubaran ormas tidak diatur secara tegas. Hanya disebutkan bahwa pembubaran bisa dilakukan bila ormas mengganggu ketertiban dan ketenteraman serta bertentangan dengan Pancasila. Mereka menuntut seharusnya ditegaskan bahwa ormas bisa dibubarkan bila melakukan kekerasan. Jika hendak berdemonstrasi saja harus mengajukan ijin kepada kepolisian dan jika tidak bisa dibubarkan. Bagaimana mungkin kita bisa membiarkan begitu saja aksi sekelompok orang melakukan kekerasan secara terorganisir dibiarkan saja, tak terkecuali kekerasan yang dilakukan ormas Betawi.

Wajah Betawi Milenium
Mungkin fenomena ini adalah bagian lain dari wajah betawi millennium selaian yang ditulis Ridwan Saidi dalam bab terakhir buku babad tanah betawi, wajah Betawi millennium bukan Cuma Sarnadi Adam, Ihsanudin Noorsy, Jefry Al-Bukhori, Sandra Dewi.
Tetapi wajah Betawi millennium juga adalah Masnah, seorang pelantun lagu-lagu gambang kromong “lagu dalam”, yang tinggal ditangerang, yang mungkin keahliannya ini akan ia bawa kedalam kubur, karena sudah tidak ada lagi orang yang mau dan mampu mewarisi keahliannya yang langka ini.
Wajah betawi millennium adalah Haji Sama Saleh Cengkareng dan Bang Warno Rawabelong, yang masih sering ngelancarin jurus-jurus pukul seliwa Betawinya, meskipun sudah tidak adalagi anak muda yang datang berguru kepadanya.
Wajah Betawi millennium adalah Nalih cucu Saim, pimpinan grup lenong Kim-Seng, yang anaknya harus putus sekolah karena grup lenongnya sudah jarang sekali di tanggap orang betawi yang hajatan.
Wajah betawi millennium adalah para pemuda kita yang baru menjadi orang tua dan lebih bangga dipanggil mama-papa, ayah-bunda, abi-umi, dan malu dipanggil enyak-babeh oleh anak-anaknya.
Wajah Betawi millennium adalah rumah-rumah orang Betawi yang bergaya spanyol, bukan rumah kebaya, rumah bapang atu rumah gudang, sehingga PEMDA DKI mesti repot-repot bikin perkampungan budaya betawi Situ Babakan, agar anak-cucu kita bisa melihat rumah dari arsitek nenek-moyangnya sendiri.
Tapi masih untung, masih ada FBR, FORKABI, PMB, IKBT, POB dan lainya, yang meskipun berparas kasar, terkesan brutal dan sering di cap anti demokrasi, tapi masih mampu memalingkan wajah orang-orang dari suku lain untuk tetap mengingat Betawi, atau minimal untuk memberi tahu bahwa betawi masih eksis di kampungnya sendiri.

sumber : http://majalahbatavianews.wordpress.com
Bertempat di salah satu rumah makan dibilangan Jakarta Pusat, Pemuda Betawi menggelar Dialog Interaktif dengan menampilkan pembicara Ketua Umum Bamus  Betawi, H Nachrowi Ramli dan hadir beberapa pimpinan Ormas Betawi yang ada di rumah besar Bamus Betawi.

Ketua Umum Forum Pemuda Betawi, Rachmat HS disela acara tersebut pada wartawan mengaku kegiatan ini, pihaknya ingin menjaring aspirasi dari Ormas Betawi yang ada, dalam menyongsong Musyawarah Besar Bamus Betawi pada 15 Februari 2013 mendatang, guna perbaikan agar Bamus Betawi sebagai leader organisasi betawi yang ada, dapat benar-benar menjadi kekuatan dalam memperjuangkan harkat dan martabat masyarakat Betawi.

Pimpinan Bamus Betawi adalah orang yang mampu menjadi pemersatu bagi Ormas Betawi yang ada, dan kita bangga H Nachrowi Ramli selama ini mampu menyatukan Ormas Betawi, sehingga terjadi keharmonisan antar Ormas Betawi yang ada, kalau ada gesekan kecil itu biasa diera demokrasi seperti saat ini, katua umum Bamus Betawi haruslah juga orang yang memiliki wibawa, memiliki waktu untuk organisasi dan memiliki visi dan misi yang jelas untuk kemajuan organisasi dan anggota, tegasnya.

Rachmat HS juga mengaku mendukung upaya OC Mubes Bamus Betawi yang kini melakukan Verifikasi ulang organisasi, karena untuk sebuah ormas aturanya sudah jelas, jadi jangan asal ada Mubes muncul, setelah itu tidak jelas kegiatan, sekretariat maupun kepengurusanya, oleh sebab itu dengan adanya verifikasi tersebut nantinya jelas siapa yang memiliki hak pilih, dan siapa yang tidak memiliki hak pilih, kalau anggota lama tidak laya, ya…. sebaiknya jadi peninjau saja, paparnya.

H Nachrowi Ramli juga mengaku bersyukur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai 2013 ini sudah memberikan hibah bagi Bamus Betawi, karena selama ini uang organisasi adalah atas swadaya anggota, dengan dana yang ada diharapkan peran Bamus kedepan juga dapat maksimal.

Saat disinggung program kedepan Bamus Betawi, H Nachrowi Ramli mengaku akan menyesuaikan dengan dinamika perkembangan yang saat ini terjadi di Jakarta, baik dibidang sosial, politik, pertahanan dan keamanan serta ekonomi dan budaya, yang jelas kita ingin terus meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Betawi, apalagi Bamus Betawi memiliki 114 anggota Ormas Betawi, kalau hal ini bisa dimaksimalkan dan didukung Pemerintah Daerah, maka upaya dalam mensejahterakan warga Jakarta, khususnya masyarakat Betawi dapat maksimal, ungkapnya tegas.

Sumber : http://www.wartanusantara.com

Tidak ada yang meminta Jokowi (dan Ahok) untuk jadi Bandung Bondowoso, yang sanggup membangun 99 patung dalam semalam. Tapi bagaimana bila ayam sudah hampir berkokok, jangankan 99, satu patungpun belum jelas wujudnya…?
Berikut ini adalah beberapa patung yang masih berbentuk lempung :

Kampung Deret
Proyek yang selalu ditenteng Jokowi pada masa kampanye dulu adalah Kampung Deret atau Kampung Susun di bantaran kali. Pilot project di bantaran kali Ciliwung itu akhirnya mengalami naas : tidak jadi dibangun karena menabrak Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.

Kartu Jakarta Sehat (KJS)
KJS, seperti yang dikabarkan memiliki kelebihan berupa rekam medis di chip kartu, persyaratan lebih mudah/tidak perlu surat miskin untuk memperolehnya serta menghapus strata kelas ruang perawatan dengan otomatis naik ke kelas lebih tinggi jika tidak tersedia tempat di kelas lebih rendah. Semua keunggulan itu ternyata tidak didukung oleh kesiapan dana, prasarana, SDM dan perubahan mentalitas pekerja kesehatan.
Lonjakan jumlah pasien sekitar 50-100% sudah terasa sejak Nov 12 lalu, namun masih dipandang sebagai kesuksesan KJS membangkitkan minat berobat masyarakat dan tersedianya pelayanan kesehatan tanpa pandang bulu. KJS bahkan tidak dibutuhkan, banyak Puskesmas yang karena takut dianggap tidak mendukung program Gubernur baru, atau mungkin takut dimarahi Ahok, menerima pasien cukup dengan KTP. Akibat promosi kencang, euphoria masyarakat tak terbendung. Yang datang bukan hanya yang benar-benar sakit dan tidak mampu, tapi juga yang sakit tidak benar-benar serius dan tidak benar-benar tidak mampu; sampai Puskesmas dan Rumah Sakit kewalahan.
Puskesmas sampai kelebihan beban dan mendorong pasien ke RS, RS berteriak minta Puskesmas jangan asal rujuk. Belum lagi lonjakan tagihan yang akibat masalah internal berupa macam-macam koreksi di administrasi Pemda, sehingga beberapa RS mengalami kesulitan cashflow. Puncaknya adalah peristiwa meninggalnya adik Dera, setelah ditolak 10 Rumah Sakit dengan alasan ketiadaan NICU dan tempat perawatan.

Ganjil-Genap dan Electronic Road Pricing (ERP)
Penanggulangan kemacetan dengan sistem Ganjil-Genap yang menjadi isu utama pada Dec 2012 lalu, akhirnya tidak jalan. Protes berdatangan dari mana-mana, termasuk dari Neta S. Pane/IPW, karena dianggap titipan ATPM dan merugikan pengguna kendaraan.
Setelah Ganjil-genap batal, ERP diangkat. Apabila tahun lalu Ahok bilang ERP rumit, sekarang ini menyimak pembicaraan Ahok, seolah-olah pelaksanaan ERP itu gampang banget. Tinggal ditenderkan, pembayaran bisa potong rekening, diintegrasikan dengan pembayaran tilang dan perpanjangan STNK. Kalau mau tahu cara kerja sistem ERP itu, Ahok bilang tak usah studi banding, tinggal tonton saja di Youtube. Apa benar semudah itu ?
Tampaknya ERP ini – maaf – akan seperti kentut saja. Heboh sebentar setelah itu hilang dibawa angin. Banyak sekali masalah ERP yang harus dijawab : bagaimana memastikan setiap unit mobil yang masuk Jakarta/kawasan ERP memasang dan mengaktifkan OBU (On Board Unit), apabila Jakarta ini banyak titik masuknya, bukan pulau dengan akses masuk terkontrol seperti Singapura. Bagaimana billing dan collection, dan bagaimana enforcementnya…? Solusi sambil-lalu yang dijawab Ahok : diskon 50% Biaya Balik Nama untuk pemasang OBU, auto debet ke rekening, jelas bukan jawaban. Bagaimana dengan BPKB yang sudah atas nama yang benar ? Berapa banyak yang bersedia untuk auto debet rekening ? Di Jakarta ini, banyak pemilik dan pengguna kendaraan tidak sama dengan nama di BPKB, siapa yang harus ditagih…?

Monorail
Seperti diketahui, konsorsium pemodal baru Ortus Group sudah masuk ke PT Jakarta Monorail, tanda-tanda proyek ini akan diaktifkan lagi. Sampai saat ini, Jokowi berkeras bahwa biaya tiket monorail harus sekitar Rp 8.000 dan Pemprov tidak akan subsidi, sementara kabarnya hasil perhitungan investor ada di kisaran Rp 40.000. Selisih bukan sedikit, tapi 5x lipat. Jokowi ibarat menawar dengan sistem Mangga Dua di Sogo Dept Store, yang tidak akan ada titik temunya.
Rusun Marunda
Isu kosongnya rusun-rusun di Jakarta termasuk di Marunda yang acapkali disebut ‘berhantu’ sudah lama diungkit oleh DPRD sejak tahun 2011. Awalnya adem-adem saja dan tidak prioritas, tapi begitu Ahok mengalami masalah saat menempatkan korban banjir Pluit di rusun Marunda, tiba-tiba sang rusun jadi beken abis. Heboh sekali, sorotan media massa nyaris setiap hari. Ada kepala rusun langsung dipecat, ada koboi belitung dan ada pintu yang didobrak..pyar… Setelah dihadirkan segala macam gratisan mulai dari angkutan, kasur, perabot, TV, kulkas sampai pijit; kabarnya yang antri membludak. Mirip barisan di depan kasir supermarket kalau lagi ada cuci gudang.
Apabila anda menyempatkan diri ke rusun Marunda, akan menjumpai 11 tower tersebut masih banyak sekali yang kosong, menandakan ada masalah substansial yang masih harus dibenahi. Bahkan menurut Kompas, ada penghuni rusun yang sudah kabur membawa TV dan kulkas. Pelanggaran jual-beli rusun yang disebut Ahok juga kemungkinan adalah proses/makelar subkontrak, karena mencari penyewa serius yang komitmen tinggal permanen dan membayar tidak mudah. Masa sih ada yang mau membeli rusun yang sertifikatnya milik Pemda ?

Giant Sea Wall (GSW)
Baik Jokowi maupun Ahok sudah mengakui bahwa ini adalah proyek Foke, maka basisnya adalah studi yang dilakukan Jakarta Coastal Defense Strategy (JCDS). Dalam rilis JCDS, ada 3 opsi GSW, dan tampaknya yang dipromosikan Ahok adalah opsi ke 3, yang di dalamnya termasuk reklamasi 3.000 hektar. Karena biaya yang tercantum di JCDS sebesar US$ 21Milliar (setara Rp. 200 triliun ) digelembungkan Ahok menjadi Rp. 385 triliun, menunjukkan ambisi Ahok melebihi Foke. Ambisi itu juga ditunjukkan melalui keinginan untuk memajukan proyek ke tahun 2013 dari 2016 yang direncanakan. Padahal opsi 3, menurut JCDS, perencanaan dan persiapannya begitu kompleks, sehingga realisasinya antara 2020-2030.
Dalam rencana Foke, GSW dibiayai melalui pinjaman luar negeri, hibah, partisipasi masyarakat melalui obligasi, APBD dan dunia usaha. Sementara Ahok ingin 100% GSW itu dibiayai oleh investor, yang disebutnya ‘cukong’; dengan imbalan izin reklamasi di Pantura Jakarta berupa 17 pulau. Jika Foke masih punya etiket, malu menyebut reklamasi, urat malu Ahok tampaknya sudah putus dengan tanpa ragu menyebut reklamasi sebagai penyelamat.
Sekilas Ahok terlihat pintar, warga DKI bisa dapat GSW gratis. Tapi apabila disimak lebih dalam, sebenarnya opsi Foke lebih aman sebab melibatkan pihak luar negeri dan masyarakat, yang menuntut transparansi, prospektus setebal bantal dan AMDAL yang jelas. Sementara Ahok menyerahkan nasib pantura DKI ke tangan cukong. Apakah rakyat dan para pengamat akan mendapatkan penjelasan maupun dapat mengawal reklamasi dan efeknya terhadap hajat-hidup mereka ? Wallahualam. Paling juga terus berjalan tanpa kendali seperti reklamasi yang sekarang ini, yang disebut Departemen Lingkungan Hidup merupakan penyebab banjir di DKI dan amblesnya tanah di Pantura.
Jika dipikirkan secara logika, akan didapat dari mana tanah dan pasir untuk urukan 17 pulau itu ? Apabila disebut dari galian waduk dan sungai di Jakarta, apa mungkin ? Coba lihat peta DKI di Perda RTRW 2010-2030, berapa besar waduk, sungai, dan berapa besar rencana reklamasi…? Apakah sebagian pulau Pulau Belitung mau dipindahkan untuk membangun 3.000 hektar plus ini ? Atau, apakah ini proyek heboh-hebohan yang hanya akan berakhir senyap seperti yang lainnya …?
Ahok : Achilles Heel Jokowi
Setiap kali Ahok buka mulut di depan wartawan, nyaris tiap kali itu pula menyinggung pihak lain. Memang di dunia ini ada orang yang merasa perlu mengangkat diri dengan menjatuhkan/mempermalukan orang lain. Dulu kita tak pernah dengar suara Wagub DKI, sekarang Wagub DKI sibuk tebar pesona menyaingi bossnya.
Belum lama dilantik, dalam wawancara Gatra Oktober 2011 lalu, Ahok mengatakan Pemprov (Ahok) harus jadi tuan di atas cukong. Entah apa yang dipikirkan para cukong saat mendengarnya. Kalimat yang gagah sekali, baik untuk pencitraan namun tak ada gunanya di hidup nyata. Sebab cukong yang dimaksud, sudah jago berbisnis saat Ahok masih bercelana kodok. Boro-boro Ahok mencabut izin cukong apabila menolak bangun GSW, ternyata Ahok harus jual izin reklamasi 17 pulau untuk imbalan GSW gratis. Belum apa-apa Ahok harus pasang badan bagi cukong untuk urusan AMDAL. Tragis, Ahok akhirnya hanya jadi salesman cukong.
Sikap Ahok menantang debat soal AMDAL, apabila dilihat dari sejarah panjang perseteruan Kementerian Lingkungan Hidup dan pengusaha soal reklamasi, menyakitkan hati bagi Walhi dan para aktivis lingkungan. PDI-P pasti ingat, Keputusan Menteri LH itu, dibuat pada zaman ibu Megawati. Nabil Makarim adalah salah satu menteri kesayangannya.
Apabila Jokowi selalu berusaha membangun hubungan baik dan santun terhadap berbagai pihak, semua itu dengan mudah dibuyarkan oleh Ahok. Selain doyan memarahi anak buahnya, seperti mengancam memecat Lurah apabila ada warga meninggal saat banjir, gara-gara meninggalnya seorang kakek yang memang sudah sakit saat banjir di Kampung Pulo. Menghadapi Kepsek yang mengingatkan bahwa pemotongan anggaran bisa menurunkan mutu siswa, malah disergah, supaya siswa super wahid – ente butuh berapa triliun…?
Ahok belum lama ini, tanggal 17 Feb di Tempo.co, sudah mulai lancang menyebut atasannya ‘kurang galak’ sambil mengangkat diri dan nyalinya yang berani memecat siapa saja, kapan saja, dan bahkan siap diPTUNkan.
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/17/083461907/Ahok-Nilai-Jokowi-Kurang-Galak
Pada saat banjir Pluit, ketika ditanya wartawan dimana keberadaannya sejak 3 hari yang lalu, dengan seenaknya Ahok nyeletuk soal ‘pulang ke Belitung’. Tidak puas dengan vendor pengelolaan sampah, malah keluarkan ide asbun seperti menggaji 2000 pemulung Rp 2 juta per orang untuk mengangkat sampah Jakarta. Karena asal bunyi, ya kini tak ada kabarnya lagi.
Lebih dari sekali Ahok menyinggung kepolisian. Soal plat mobil, misalnya, Ahok menginsinuasikan mengenai penjualan plat mobil DKI 2 ke swasta, padahal menurut kabar plat tersebut sudah sejak lama dipegang Foke. Untuk urusan ERP, yang jelas tidak akan berhasil tanpa kerja-sama dari Polda Metro Jaya; Ahok mengeluarkan lecehan ‘prit jigo prit gocap’. Tingkah laku negatif Kepolisian harusnya yang menegur adalah atasannya. Ahok adalah kolega, pihak yang memerlukan kerja-sama. Apa jaminannya cara komunikasi tersebut tidak membuat Ahok justru dialienasi sementara banyak proyek Pemprov DKI yang perlu didukung kepolisian…?
Untuk urusan ERP itu pula, Ahok sempat-sempatnya menyentil soal ‘studi banding’ – apakah ini yang dituju adalah DPRD…? Ahok bahkan menggampangkan bahwa sistem tersebut cukup dilihat di Youtube !
Tanggal 19 Feb kemarin, saat sedang berbicara mengenai KJS di RS Husada, Ahok bahkan menginsinuasikan ‘perut, otak dan dompet’ lebih penting daripada ahlak. Meskipun ahlak bukan cuma soal agama, tapi juga lingkungan, upbringing; Ahok nyasar kemana-mana soal semua pejabat yang disebutnya munafik soal pelaporan harta kekayaan, soal agama dan politik bahkan tak masalah dianggap kafir no. 1. Juga menegaskan negara ini tak bisa dipimpin baik-baik, harus diajak berantem.
http://news.detik.com/read/2013/02/19/171037/2174270/10/di-depan-para-dokter-ahok-luapkan-kekesalan-soal-pejabat-munafik
http://news.liputan6.com/read/516624/kesampingkan-akhlak-pejabat-ahok-silakan-cap-saya-kafir-nomor-1
Peristiwa terakhir ini menunjukkan secara kasat mata beda antara Jokowi dan Ahok. Apabila Jokowi adalah negosiator, fasilitator dan mengutamakan komunikasi; semua itu rupanya dianggap ‘kurang galak’ oleh Ahok yang siap berantem dengan siapa saja. Membangun kepercayaan itu tidak mudah, Jokowi bekerja keras tidak sehari-dua, tapi panas setahun usaha Jokowi bisa dihapus hujan sehari komentar tak sedap dari Ahok.
Duh, capenya jadi Jokowi.
Masih Banyak Waktu
Alangkah sedihnya apabila pemerintahan Jokowi berlalu tanpa greget. Proyek-proyek pada GARING, nyaring bunyinya tapi tak ada yang berjalan baik. Karena kurang perencanaan, kurang koordinasi, kurang dukungan. Over-expose. Sedikit-sedikit diblow-up ke wartawan; padahal bicara pada regulator, pengambil-keputusan dan pihak terkait juga belum. Peraturan yang ada tidak dicek dulu apakah benturan atau tidak. Makin banyak proyek diheboh-hebohkan, lalu tak terwujud, akan makin banyak muncul kata GAGAL. Ini gagal itu gagal. Jokowi juga bisa gagal nyapres 2019.
Dua pemimpin asyik bicara, pasti akhirnya banyak keselip lidah. Nanti dibuat sensasi oleh media, timbul blunder yang bikin bingung rakyat. Dua pimpinan seperti dua kutub : yang satu hendak merangkul, yang satu sibuk mengalienasi. Yang satu sibuk nyari teman, yang satu nyari musuh. Yang satu mencari titik temu, yang satu ngajak berantem. Yang satu santun, yang satu menyakitkan dalam bertutur. Don’t be cruel. Pemimpin santun bukan berarti lemah, sopan bukan berarti tak tegas. Be kind.
Mumpung masih ada 4 tahun 8 bulan, sebaiknya Jokowi segera berbenah diri. Jokowi perlu mengurangi 2 hal : 1. Kurangi blusukan, dan 2. Kurangi bicara pada wartawan. Proyek-proyek dimatangkan dulu, kalau perlu sosialisasi baru bicara pada wartawan.
Jokowi juga perlu menambah 2 hal : 1. Menambah waktu di kantor untuk memimpin rapat dan membaca laporan, dan 2. Menambah pengawasan terhadap Ahok, beri pendidikan budi pekerti. Ahok disuruh membaca kitab Raja-raja China Zhu Yuan-Zhang atau Liu Bang : berantem saat perang, memimpin dalam damai. Kolega dan anak buah bukan musuh, tak perlu bicara seolah-olah tiap orang malas, maling, atau dua-duanya. Tak ada yang bisa sukses dengan menciptakan musuh dimana-mana. Heran ya, Jokowi lebih mengerti ‘guanxi’ ketimbang Ahok yang Tionghoa !
Sebaiknya satu orang saja yang bicara : Jokowi. Yang lain, hanya pembantu Jokowi, jadi harap tahu tempatnya. Jujur, DKI masih perlu pemimpin seperti Jokowi yang humble, jujur dan kerja untuk rakyat. Seperti Jabar butuh Rieke & Teten. Semoga PATEN menang di Jabar, sehingga koordinasi DKI-Jabar untuk mengatasi banjir, transportasi dan hal-hal lainnya semakin lancar.
GTS 69
Jakarta, 21 Februari 2013

Sumber :  http://politik.kompasiana.com